Page 67 - dear-dylan
P. 67

“Dylan kan awalnya menolak mentah-mentah ide itu, dan Pak Leo tau rencananya nggak
               akan berjalan kalau Dylan menolak terlibat. Dia juga tau Dylan bakal datang di MTV Awards,
               makanya dia mengirim Yopie ke  red carpet, supaya mulut embernya itu bisa memancing emosi
               Dylan, dan... syalalala... simsalabim! Mission accomplished!”
                    Bengongku lebih lebar daripada yang sudah-sudah.
                    “Jadi, munculnya Yopie di red carpet itu... diatur Pak Leo juga?”
                    “Yep. Gue yakin seratus persen. Lo nggak nyadar, nggak sembarang orang bisa lewat  red
               carpet, apalagi acara sekelas MTV Awards. Yopie kan... bukan siapa-siapa, mana mungkin dia bisa
               ada di situ kalau nggak ada backing-nya?”
                    Aku berusaha mencerna semua kalimat Mbak Vita dengan otakku yang pas-pasan. Kenapa
               aku nggak pernah nyadar sebelumnya, kalau aneh sekali Yopie yang “bukan siapa-siapa” tiba-tiba
               bisa berada di red carpet?
                    Ah... benar apa kata Bang Tora dan Dylan, Mbak Vita memang punya daya pikir dan analisis
               yang nggak bisa ditandingi kami semua. Dulu saja, dia yang berhasil menemukan cara bagaimana
               menyuruh penerorku mengaku. Yah... ceritanya panjang.
                    “Mbak,  IQ  Mbak  berapa  sih?”  tanyaku  akhirnya,  memaksa  Mbak  Vita  mengalihkan
               perhatiannya dari lalu lintas di depan kami sesaat.
                    “Kok lo mendadak nanya gitu?”
                    “Habisnya... Mbak Vita cerdas banget sih, bisa kepikiran sampai situ. Aku mana bisa gitu...”
                    “Alice, Alice... kalau gue ada di posisi lo, yang berarti cowok gue yang lagi kena masalah
               berat, otak gue juga nggak akan bisa mikir sampai ke situ. Otak gue hanya akan berisi perasaan
               khawatir  sama  reputasi  Dylan,  marah  sama  Pak  Leo,  kepingin  nabok  Yopie...”  Mbak  Vita
               nyengir, aku juga. “Tapi berhubung gue nggak terlibat langsung, otak gue masih punya cukup
               tenaga untuk bikin analisis kenapa semua itu bisa terjadi.”
                    Aku manggut-manggut.
                    “Terus ini nih... gue boleh nggak kasih saran?”
                    “Boleeehhh banget, Mbak, hehe... Apa?”
                    “Yang kemarin itu kan... yah, salah satu masalah terberat yang pernah dihadapi Dylan sejak
               dia gabung di Skillful. Nah, gue yakin nanti-nanti pasti masih ada masalah lebih berat menerpa
               dia. Kita yang orang biasa aja sering kena masalah, apalagi Dylan yang seleb, ya kan? Saran gue...
               kalau ada masalah kayak gini lagi, lo support Dylan, ya? Soalnya dia itu gampang banget down kalau
               kena  masalah.  Dan  dia  sering  nggak  cerita  tentang  masalahnya  karena  takut  bikin  orang  lain
               khawatir, padahal kan kita bisa membantu sebisa kita kalau tau masalah dia apa.”
                    Aku  mengiyakan  dalam hati.  Masalah  skenario  sinting  itu  saja  Dylan  nggak  cerita  ke  aku
               sebelumnya. Dan dia bilang itu karena dia nggak kepingin bikin aku khawatir...
                    “Ya, Lice? Kita sama-sama support dia, ya?”
                    Aku mengangguk setuju. “Ya, Mbak. Aku janji.”
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72