Page 69 - dear-dylan
P. 69
“Oh iya, itu dia... HIPS.” Gue cengengesan, dan merasakan Tante Luci menempelkan
meteran jahitan di bahu gue. “Kamu kok lebih hafal jadwal sih daripada aku?”
“Ya gimana nggak hafal, orang tiap hari Ardelia, Cynthia, Xiu Mei, sama yang lain-
lainnya pada SMS-in aku terus, nanya aku ikutan nonton atau nggak,” Alice menyebutkan
anak-anak milis Skillful, yang sudah setahun ini akrab dengannya.
“Hmm... kamu nggak merasa terganggu kan sama mereka?”
“Aku? Terganggu? Ya nggak lah... aku malah seneng bisa akrab sama mereka. Lagian,
mereka sopan-sopan kok.”
“Oh, bagus deh kalo gitu. Terus, kamu nonton nggak ntar malam?”
“Nggak bisa... kan aku udah bilang ke kamu kalau minggu depan aku midtest. Mama
nggak bakal ngizinin aku pergi. Lagian, aku juga kepingin perbaiki nilaiku...”
“Hehe... maaf ya, Say, gara-gara sering nonton Skillful, nilaimu jadi turun.” Gue
mengacak rambut Alice dengan sayang.
“Ah nggak turun kok... cuma aku kepingin ningkatin aja.” Alice tersenyum.
“wah wah, siapa ini?” Tante Luci akhirnya menengadah dari meteran dan notesnya, dan
melihat Alice dengan mata berbinar. Seolah dia kucing garong dan Alice adalah ikan asin
yang dijemur di atas atap di tengah terik siang. Gawat!
“Saya Alice, Tante,” Alice tersenyum dan mengulurkan tangannya, yang langsung
disambut Tante Luci dengan bersemangat.
“Alice pacar saya, Tante,” jelas gue, dan mata Tante Luci langsung melebar dua kali
lipat.
“Ah iya! Tante pernah lihat kamu di TV sama Dylan beberapa kali!”
Alice mengangguk dan tersenyum, tapi nggak bilang apa-apa. Gue agak risih dengan
kalimat Tante Luci barusan. Jangan-jangan yang dia maksud melihat-Alice-dan-gue-di-TV-
beberapa-kali adalah rekaman kami di MTV Awards yang muncul di infotainment kemarin?
Hmm... sebenarnya gue tahu Papa dan Mama sudah memberikan warning pada semua
saudara gue untuk nggak membahas masalah kemarin di depan gue, sekadar untuk memberi
gue perasaan nyaman setelah tertimpa masalah, tapi mungkin Tante Luci melewatkan
warning itu. Lagi pula, dia kan keluarga jauh, jadi mungkin Papa dan Mama nggak
memberikan warning padanya juga.
3
“Jadi, halletmu bule do kan, Lan?”
“Iya.” Aih, sekarang Tante Luci mulai pakai bahasa Batak, lagi! Padahal kan nggak
sopan bicara di depan orang dengan bahasa yang nggak mereka mengerti!
Cerita dikit nih, dulu pernah ada mahasiswa program pertukaran pelajar dari Jerman di
kampus gue, dan Udik, temen kuliah gue yang pikirannya cuma ceweeekkk... mulu itu,
ngobrol sama gue di depan mahasiswa pertukaran itu pakai bahasa Indonesia. Tanpa tedeng
aling-aling, si mahasiswa Jerman langsung menyindirnya. Tampang Udik awktu itu langsung
berubah seperti orang yang baru menelan kodok hidup-hidup.
Sayangnya, gue nggak mungkin menyindir Tante Luci seperti si mahasiswa pertukaran
itu menyindir Udik dulu. Bisa dibilang nggak sopan gue, sama orang yang lebih tua kok
nyindir.
3
Pacarmu bule, ya, Lan?