Page 51 - dear-dylan
P. 51

Kasihan Dylan, dia pasti stres banget sekarang. Kemarin dalam perjalanan pulang dari JHCC
               aja, dia diam terus... Dan dia diam kayak gitu hanya kalau punya masalah yang superberat.
                    “Yah, bukan mau dia masuk infotainment, Grace,” akhirnya aku menanggapi komentar Grace.
               “Lo  kan  udah  gue  ceritain  kalau  semua  itu  akal-akalan  manajemen  band Yopie  sama  recording
               label-nya. Dylan cuma... korban.”
                    Grace  manggut-manggut,  padahal  tadi  dia  heboh  banget  waktu  mendengar  ceritaku.  Dia
               bilang,  owner  recording  label  sinting  yang  mengarang  semua  skenario  itu  salah  profesi,  karena
               seharusnya dia jadi penulis novel, penulis skenario, atau perancang strategi kampanye parpol aja,
               karena cocok sama otaknya yang dipenuhi ide gila. Aku amat sangat setuju!
                    Tapi yah, sekarang kami nggak bisa mengubah apa pun, kan? Image cowokku, yang tadinya
               sangat sempurna, sekarang hancur berantakan di depan publik.
                    Huh, aku bakal senang banget sandainya AKU yang ditugaskan untuk menghadiahi si Yopie
               itu  bogem  mentah!  Dan  aku  nggak  akan  sebaik  hati  Dylan,  yang  cuma  membogem  cowok
               brengsek itu sekali. Aku bakal menghajarnya habis-habisan, karena beraninya dia merusak image
               cowokku demi band busuknya itu. Biar aja kami dilihatin seluruh undangan MTV Awards, aku
               nggak peduli.
                    Ehh... tapi kalau aku melakukan itu, image Dylan juga bakal tercoreng, ya? Dia akan dijuluki
               vokalis-band-yang-nggak-bisa-mengendalikan-pacarnya-yang-ternyata-berbakat-jadi-petinju-
               profesional.
                    Ah, sudahlah.

                                                          * * *

               “Mmm... iya, jadi dia emang gangguin gue... Ngomongnya nggak sopan... Terus Dylan marah...
               Udah negur dia, tapi nggak didengerin... Ya udah, akhirnya dia nonjok...”
                    “Berarti Dylan kayak gitu karena ngebelain lo?”
                    “Iyaa... Gue jadi nggak enak banget, ini semua gara-gara gue...”
                    “Ah, jangan bilang kayak gitu. Lo kan pacar Dylan, memang seharusnya Dylan ngejagain dan
               ngebelain  lo.  Gue  sebenernya  kaget  banget  sih  lihat  berita  di  infotainment  tadi  pagi,  tapi  gue
               langsung  mikir  kalau  Dylan  nggak  mungkin  berbuat  kayak  gitu  kalau  dia  nggak  punya  alasan
               kuat.”
                    “Iya. Thanks ya, Del.”
                    “Yep, sama-sama. Take care, ya, Lice. Salam buat Dylan. Anak-anak juga pada nitip salam
               semua tuh.”
                    “Iya, thanks lho... Salamin balik ke anak-anak yaa...”
                    Aku memutus sambungan telepon yang baru saja terjadi via HP-ku. Tadi itu Ardelia, salah
               satu  fans  Skillful  yang  cukup  akrab  sama  aku,  plus  sering  curhat-curhat  juga.  Dia  menelepon
               karena penasaran gimana sebenernya kejadian pemukulan Dylan vs. Yopie, dan tentu saja aku
               harus cerita yang sebenarnya. Yah... yang bisa kulakukan sekarang kan cuma itu, menyelamatkan
               sisa-sisa image baik Dylan di depan para fansnya...
                    Ngomong-ngomong, kok Dylan sendiri belum menghubungiku?
                    Ah...  mungkin  dia  masih  shock  gara-gara  semua  kejadian  ini,  dan  butuh  waktu  untuk
               menenangkan diri sebentar.
                    Aku memencet tombol speed dial nomor Dylan pada HP-ku, dan mengaktifkan loudspeaker.
                    “Nomor yang Anda tuju sedang sibuk atau berada di luar...”
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56