Page 39 - PEMBINAAN POSTULAN
P. 39
Pembinaan Postulan
8
8. BAPA SERAFIK
1. PENGANTAR
Bila kita mempelajari sejarah pengalaman religius orang-orang kuno, kita menemukan bagaimana simbol
bapak sebagai lambang Allah secara selang seling muncul, menghilang, kemudian muncul kembali, dalam
bentuk yang berbeda. Perbedaan ini sudah barang tentu ada sangkut pautnya dengan tahap kehidupan, sosial
dan kebudayaan mereka. Pada taraf awal kebudayaan yang biasa kita sebut sebagai primitif, manusia
membayangkan bahwa Sang Pencipta sebagai seorang pribadi yang tidak beristri, tidak bersaudara. Hal yang
menyebabkan timbul ide tentang Allah sebagai bapa adalah pengalaman akan kehidupan sebagai pemberian,
dan situasi keluarga sebagai simbol keberadaan manusia.
Ide tentang Allah sebagai bapa timbul dalam sebuah alam pikiran sesuai dengan tahap pertama sejarah
kebudayaan. Dapat dikatakan bahaw ide ini timbul ketika bangsa manusia mengalami masa “kanak-kanak”,
bahasa Jawa mengatakan sebagai “Bapak iku Gusti Allah katon”, yang artinya Ayah itu Tuhan Allah yang
kelihatan. Hal tersebut dikarenakan sosok seorang bapak atau ayah dianggap mampu memberi perlindungan
dan memberi segala kebutuhan keluarga dan anak-anaknya. Namun bila dibandingkan dengan kebapaan
manusia, maka kebapaan Allah jauh lebih lengkap dan kompleks.
Yesus telah mengangkat kita sebagai saudara-Nya ataupun anak-anak Allah dalam Sakramen Babtis,
sehingga Bapa Ilahi menampakkan diri sebagai keselarasan dari pertentangan sebagai harmoni dari
kontras-kontras, hampir semua sifat orang tua baik bapak atau ibu bersatu dalam Allah Bapa.
2. SPIRITUALITAS
Pada masa Prapaskah bukan hanya sekedar masa pertobatan saja, melainkan juga merupakan masa
perpanjangan persiapan untuk merayakan Pekan Suci. Pada dasarnya banyak tradisi Katolik yang sangat
populer kita laksanakan, seperti Jalan Salib, Pendalaman Kitab Suci, Aksi Nyata menolong sesama dll. Jadi,
nampak daya “tarik Kalvari” kita menerima undangan Yesus yang mengatakan bahwa kontemplasi sengsara-
Nya:
“... dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” (Yoh.
12:32)
Fransiskus dari Asisi, seorang awam dan bukan seorang intelektual, bahkan dikenal sebagai mistikus pada
abad XIII, dengan sangat istimewa mengenang, dan merenungkan sengsara Tuhan Yesus Kristus di Kalvari
secara sangat mendalam.
Dengan kesaksian hidupnya, Fransiskus mampu menolong kita untuk menuntun memasuki misteri cinta kasih
yang sejati dalam salib yang paling dalam. Cinta sejati yang dinyatakan dengan kematian-Nya untuk umat
manusia. Dua tahun menjelang kematiannya, Fransiskus menarik diri ke La Verna, sebuah tempat
pengasingan di pegunungan berbatu di Italia Utara, bagian tengah. Dalam kesunyian Fransiskus menyibukkan
diri dengan berdoa dan menyendiri.
Pada suatu hari, tatkala ia tengah berlutut di sebelah pintu masuk sebuah gua, tepat pada hari raya
Peninggian Salib Suci (14 September) tampak olehnya malaikat serafim yang bersayap enam dan di
tengahnya nampak sosok manusia yang teramat tampan, namun tangannya terentang seperti disalibkan,
demikian pula kakinya. Dengan dua sayap serafim menutup kepala, dan kedua sayap lain menutupi badan
sampai kaki, sedangkan kedua sayap yang lain mengangkatnya terbang. Setelah penglihatan tersebut,
tinggallah kobaran kasih yang ajaib dalam diri Fransiskus. Sungguh ajaib pada tubuh Fransiskus tertinggal
rekaman luka-luka Tuhan Yesus Kristus dan sejak saat itu ia merasakan penderitaan dari Yesus, baik secara
9
lahiriah dalam tanda Stigmata , maupun secara batiniah dalam merasakan kesengsaraan-Nya, karena cinta
kasih-Nya pada manusia yang penuh dosa.
8 Serafik = serafira (Ibr=yang bernyala-nyala) makhluk surgawi yang menyerupai manusia dan bersayap 6 (enam) bdk. Yes. 6:2
9 Stigmata (Yun) luka ini secara periodik mengeluarkan darah, sampai wafatnya 2 (dua) tahun kemudian, meskipun ia
merahasiakannya tetapi akhirnya ketahuan juga.
59