Page 70 - PEMBINAAN PROFESI
P. 70
Pembinaan Profesi
peran, yang saling berkaitan dengan perbedaan pendidikan, kedudukan sosial
dan profesi. Umat Katolik sendiri juga majemuk dan terdiri atas sekian banyak
suku maupun golongan sosial. Ada orang Katolik yang berada, namun sebagian
ebsar warga Katolik hidup dalam keadaan amat sederhana.
4) Subsidiaritas. Kebhinekaan memungkinkan tata hidup bersama yang
beranekaragam. Dalam Gereja dan di dalam masyarakat diperlukan suatu iklim
yng memungkinkan kita menjaga persatuan seraya memberi kesempatan
kepada perorangan dan persekutuan yang lebih kecil tumbuh sehat. Yang dapat
mereka lakukan tidak selayaknya dilakukan oleh lembaga yang lebih tinggi. Di
lain pihak apabila kepentingan umum menuntut, lembaga yang lebih tinggi
dapat memberikan arah sebagaimana disepakati bersama. Begitulah kita
menjunjung tinggi prinsip subsidiritas: yaitu prinsip yang memberikan tempat
yang serasi bagi kepentingan perseorangan, kepentingan kelompok dan seluruh
rakyat secara proporsional dan wajar.
5) Solidaritas Antarmanusia. Di balik prinsip subsidiaritas itu ada penghargaan
kepada setiap manusia. Kita yakin bahwa setiap orang itu berharga, entah dari
agama, entah suku, kedudukan sosial dan golongan apapun; juga kondisi fisik
apapun. Setiap perilaku sosial dan kemasyarakatan kita dijiwai oleh keyakinan
dasar itu. Sikap solider itu tampil secara jelas apabila kita lebih mendahulukan
saudara-saudara yang berkekurangan. Dalam perbuatan itu kita setia kepada
mereka yang bukan karena jabatan atau harta atau kepandaian mereka,
melainkan mereka sesama manusia ciptaan Allah.
6) Gereja Sungugh Indonesia. Dalam melaksanakan tekad tersebut, kita
berpegang teguh pada ajakan pahlawan Nasional Mgr. A. Soegijapranata SJ,
supaya menjadi sepenuh-penuhnya beriman Katolik dan seutuh-utuhnya
berjiwa Indonesia. Masih teringat jelas bahwa pada kunjungannya ke
Indonesia, Paus Johannes Paulus II juga meminta umat Katolik menjadi betul-
betul Indonesia dan sungguh-sungguh Katolik. Kita bertekad hendak terus
menerus melibatkan diri dalam pembentukan hidup keluarga, poltiik dan
ekonomi demi kesejahteraan rakyat dan negara, mengabdikan diri dalam
pendidikan, kesehatan, komunikasi massa, pelbagai karya sosial, dan amal di
tengah rakyat. Sebab kita adalah anak-anak satu Allah yang bersikap bagikan
Bapa kepada umat manusia.
7) Membangun Gereja. Kita mengusahakan terbentuknya tradisi Gereja Indonesia
yang tanggap pada masyarakat setempat seraya terbuka pada kebudayaan
global dan Gereja semestta: suatu kinonia yang mengalir dalam diakonia:
Gereja yang semakin merupakan persekutuan umat beriman bergaya
sinodal-kolegial dengan mekanisme pengambilan keputusan yang
partisipatif, meninggalkan pola feodal dan piramidal-klerikal; hal itu
dapat semakin mengikutsertakan wanita dalam mengambil keputusan;
Gereja yang mampu membentuk cara-cara hidup, pola kerja sama, dan
modal layanan yang solider dengan rakyat jelata sebagai tanda dan
sarana kehadiran kasih Allah di dunia ini secara profetik;
Gereja yang memiliki kemandirian sedemikian sehingga mampu
berdialog secara leluasa dengan semua pemeluk agama lain;
Gereja yang mempunyai kepercayaan begitu besar kepada kuasa-kuasa
Kerajaan Allah sehingga mampu bertahan dalam segala suka duka
pergumulan hidup yang tanpa henti;
Gereja yang dapat mencukupi sendiri kebutuhan akan pemimpin awam,
biarawan/wati, dan rohaniwannya sehingga menyelenggarakan
pendidikan-pendidikan kader segala bidang secara terencana;
Gereja yang mampu menciptakan pola-pola ibadat selaras dengan
kondisi tempat dan kelompok;
237

