Page 146 - Gadis_Rempah
P. 146

“Cobalah painya juga.” Kali ini Yanuar hanya mempersilakan   di dekat Pasar Pabean. Saat saya remaja, istri Wak Parjan
 Pras sementara dirinya sendiri masih khawatir rasa manis pai  jatuh sakit lalu meninggal. Wak Parjan mulai kesulitan
 membuat sakit giginya bertambah parah.  menjalankan sendiri warungnya. Saat SMA, saya sudah
 Tanpa ragu Pras memotong pai dengan sendoknya.  merantau, sekolah sambil bekerja menjadi kuli. Hingga saya
 Lembutnya labu parang dan kuatnya aroma kayu manis  bisa dapat beasiswa dan melanjutkan kuliah di Malang.
 begitu terasa di lidahnya.  Selepas kuliah, saya mengikuti tes CPNS dan diterima. Doa
               saya saat itu agar saya bisa ditempatkan di Surabaya saja
 “Hmm ... ini pai labu terlezat yang pernah saya
               dan kembali pada Wak Parjan untuk membalas semua
 makan,” ucap Pras disambut senyum ramah Yanuar. Pras
               kebaikannya membesarkan saya. Doa saya terkabul, saya
 kembali memotong painya, kali ini sebuah irisan kenari
               ditempatkan di Surabaya dan mendapati Wak Parjan sudah
 ikut dikunyahnya. Paduan manis dan gurih tampak begitu
               menjadi tukang becak. Dia memilih tinggal sendiri dan tidak
 dinikmatinya.
               mau tinggal bersama saya. Namun, saya selalu berusaha
 “Sekarang  tolong  kenalkan  siapa  dirimu  dan
               agar bisa memenuhi semua kehidupan hidup Wak Parjan
 keluargamu anak muda. Juga ... bagaimana kamu bisa
               agar jangan sampai beliau kekurangan.”
 mengenal Naning dan Arumi.” Mendengar permintaan
                   Yanuar manggut-manggut mendengar kisah panjang
 Yanuar, Pras buru-buru menyelesaikan suapan terakhirnya
               Pras yang dituturkannya dengan suara lirih. Tampak
 meski separuh pai di hadapannya masih begitu menggoda.
               kesedihan mendalam yang berusaha keras ditutupi. Yanuar
 “Saya tidak tahu pastinya bagaimana silsilah keluarga
               melihat sekilas ada sebutir bening air mata di sudut mata
 saya. Yang saya tahu saya yatim piatu sejak kecil. Wak
               Pras. Namun, pemuda itu cepat-cepat mengusapnya kasar
 Parjan dan istrinya yang membesarkan saya. Beliau pernah
               dengan lengan kemejanya.
 bercerita orang tua saya adalah majikannya di desa. Wak
                   “Kau pemuda yang baik, tapi ... saya pikir Arumi itu
 Parjan mengolah sawah milik ayah saya. Suatu hari, kedua
               masih terlalu muda. Dia baru saja lulus SMA. Dia belum siap
 orang tua saya pamit untuk membeli alat-alat pertanian di
               menjadi istri apalagi ibu. Dia masih perlu belajar banyak
 kota. Sebuah kecelakaan merenggut nyawa keduanya. Wak
               hal dalam hidup ini dengan menjalani hidupnya sendiri.
 Parjan dan istrinya yang memang tidak mempunyai anak
               Menentukan masa depannya sendiri,” papar Yanuar bijak.
 kemudian membesarkan saya seperti anak sendiri.
                   Yanuar sudah berusaha agar kata-katanya tidak
 Sebagai buruh tani, Wak Parjan mungkin tidak secerdas
               sampai melukai Pras. Namun tak disangkanya, pemuda
 orang tua saya dalam mengelola pertanian. Pendapatan
               itu tampak sama sekali tidak kecewa. Dia masih menatap
 dari hasil pertanian terus menyusut. Banyak orang desa
               Yanuar dengan santun seolah siap menanti nasihat-nasihat
 memilih meninggalkan sawah ladang mereka dan pergi
               bijak Yanuar.
 ke kota. Wak Parjan dan istrinya membuka warung kecil
 137  Bab 10 — Ketika dua laki-laki berjumpa     Gadis Rempah  138
   141   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151