Page 145 - Gadis_Rempah
P. 145
“Cobalah painya juga.” Kali ini Yanuar hanya mempersilakan di dekat Pasar Pabean. Saat saya remaja, istri Wak Parjan
Pras sementara dirinya sendiri masih khawatir rasa manis pai jatuh sakit lalu meninggal. Wak Parjan mulai kesulitan
membuat sakit giginya bertambah parah. menjalankan sendiri warungnya. Saat SMA, saya sudah
Tanpa ragu Pras memotong pai dengan sendoknya. merantau, sekolah sambil bekerja menjadi kuli. Hingga saya
Lembutnya labu parang dan kuatnya aroma kayu manis bisa dapat beasiswa dan melanjutkan kuliah di Malang.
begitu terasa di lidahnya. Selepas kuliah, saya mengikuti tes CPNS dan diterima. Doa
saya saat itu agar saya bisa ditempatkan di Surabaya saja
“Hmm ... ini pai labu terlezat yang pernah saya
dan kembali pada Wak Parjan untuk membalas semua
makan,” ucap Pras disambut senyum ramah Yanuar. Pras
kebaikannya membesarkan saya. Doa saya terkabul, saya
kembali memotong painya, kali ini sebuah irisan kenari
ditempatkan di Surabaya dan mendapati Wak Parjan sudah
ikut dikunyahnya. Paduan manis dan gurih tampak begitu
menjadi tukang becak. Dia memilih tinggal sendiri dan tidak
dinikmatinya.
mau tinggal bersama saya. Namun, saya selalu berusaha
“Sekarang tolong kenalkan siapa dirimu dan
agar bisa memenuhi semua kehidupan hidup Wak Parjan
keluargamu anak muda. Juga ... bagaimana kamu bisa
agar jangan sampai beliau kekurangan.”
mengenal Naning dan Arumi.” Mendengar permintaan
Yanuar manggut-manggut mendengar kisah panjang
Yanuar, Pras buru-buru menyelesaikan suapan terakhirnya
Pras yang dituturkannya dengan suara lirih. Tampak
meski separuh pai di hadapannya masih begitu menggoda.
kesedihan mendalam yang berusaha keras ditutupi. Yanuar
“Saya tidak tahu pastinya bagaimana silsilah keluarga
melihat sekilas ada sebutir bening air mata di sudut mata
saya. Yang saya tahu saya yatim piatu sejak kecil. Wak
Pras. Namun, pemuda itu cepat-cepat mengusapnya kasar
Parjan dan istrinya yang membesarkan saya. Beliau pernah
dengan lengan kemejanya.
bercerita orang tua saya adalah majikannya di desa. Wak
“Kau pemuda yang baik, tapi ... saya pikir Arumi itu
Parjan mengolah sawah milik ayah saya. Suatu hari, kedua
masih terlalu muda. Dia baru saja lulus SMA. Dia belum siap
orang tua saya pamit untuk membeli alat-alat pertanian di
menjadi istri apalagi ibu. Dia masih perlu belajar banyak
kota. Sebuah kecelakaan merenggut nyawa keduanya. Wak
hal dalam hidup ini dengan menjalani hidupnya sendiri.
Parjan dan istrinya yang memang tidak mempunyai anak
Menentukan masa depannya sendiri,” papar Yanuar bijak.
kemudian membesarkan saya seperti anak sendiri.
Yanuar sudah berusaha agar kata-katanya tidak
Sebagai buruh tani, Wak Parjan mungkin tidak secerdas
sampai melukai Pras. Namun tak disangkanya, pemuda
orang tua saya dalam mengelola pertanian. Pendapatan
itu tampak sama sekali tidak kecewa. Dia masih menatap
dari hasil pertanian terus menyusut. Banyak orang desa
Yanuar dengan santun seolah siap menanti nasihat-nasihat
memilih meninggalkan sawah ladang mereka dan pergi
bijak Yanuar.
ke kota. Wak Parjan dan istrinya membuka warung kecil
137 Bab 10 — Ketika dua laki-laki berjumpa Gadis Rempah 138