Page 77 - Gadis_Rempah
P. 77
“Masyaallah,” berkali-kali Naning mencium sweater “Ning, tolong jangan kau ajak Arumi ke Pasar Pabean
itu. Kedua matanya berkaca-kaca. Rupanya diam-diam tiap hari,” pinta Handoko suatu malam.
Handoko tahu kalau Naning sangat membutuhkan sweater.
“Apa salahnya?” tanya Naning kesal mendengar
Naning mendekatkan sweater itu di hidungnya. Harum permintaan suaminya itu.
kapur barus. Tentu saja Arumi hafal apa saja yang disukai
ibunya. Wangi kapur barus lebih disukainya daripada “Aku melihat bakat Arumi itu menggambar. Bukan
wangi minyak bunga-bunga yang dijual di toko parfum. berdagang rempah. Aku mengizinkanmu meneruskan bisnis
rempah keluargamu, tapi tidak kepada Arumi!” dengan suara
“Kapur barus itu rempah dari Sumatra, Nduk. Ibu suka
pelan, tapi tegas Handoko berkata kepada Naning.
baunya yang segar.”
Naning terdiam. Kata-kata Handoko seakan mengiris
Seperti bapaknya, gadis kecil itu hanya manggut-
hatinya. Tajam dan menyakitkan. Dirinya menganggap
manggut setiap ibunya berbicara tentang rempah. Bukan
bahwa suaminya ini sedang menganggap rendah apa yang
hanya tiap hari, melainkan juga tiap saat. Arumi bahkan
dilakukannya terkait rempah. Bagi Naning, siapa pun
mengingat, setiap Naning berkata-kata, selalu ada rempah
yang merendahkan rempah bagi Naning sama dengan
di dalam kalimatnya.
merendahkan dirinya.
Tidak ada sebiji rempah pun yang tidak dipahami
Naning. Namanya, bentuknya, baunya, sejarah, dan asal Handoko melihat kekecewaan di mata Naning,
usulnya, juga khasiat dan manfaatnya. didekatinya dari belakang istrinya itu.
Kakek buyut dan orang tua Naning pedagang rempah “Aku tidak bermaksud menghinamu, Ning. Juga tidak
turun-temurun. Setiap hari Naning kecil juga selalu menemani menghina rempah-rempahmu. Aku bisa merasakan dan
ibunya berjalan menyusuri kawasan Pecinan di Jalan Songoyu melihat bakat Arumi di bidang seni gambar karena aku lebih
dan hingga tiba di toko mereka di Pasar Pabean. sering bersamanya. Sementara itu, kau lebih sering di pasar.”
Kini, meski pusat perbelanjaan banyak bermunculan, Naning terdiam. Dia merasa semua yang dikatakan
Pasar Pabean masih menjadi pasar rempah terbesar dan Handoko benar. Sejak sebelum subuh hingga menjelang magrib,
terlengkap di Jawa Timur. Pasar ini seolah tak pernah tidur. Naning banyak menghabiskan waktunya di Pasar Pabean.
Pagi, siang, sore, bahkan malam hari masih tampak hilir
mudik pedagang rempah, pembeli hingga para kuli yang “Aku ingin kelak Arumi kuliah agar bisa jadi orang
mengangkut rempah-rempah. hebat di bidang yang disukainya, di bidang seni atau desain,”
jelas Handoko sambil melingkarkan kedua tangannya di
pinggang Naning.
69 Bab 5 — Sungai Kalimas dan laki-laki bernama Pras Gadis Rempah 70