Page 80 - Gadis_Rempah
P. 80
Pelukan Handoko membuat Naning bergeming. berwarna ungu pada Wak Parjan. Pria tua itu menerimanya
Hatinya terlanjur terluka dengan ucapan Handoko. Bahkan, dengan mata berbinar.
saat Handoko melepaskan pelukannya lalu pergi tidur,
Bagaimanapun juga Naning merasa berutang budi kepada
Naning masih terpaku di depan jendela kamar mereka.
Wak Parjan, tukang becak yang telah setia mengantarnya ke
Naning tak pernah mengira itu adalah pelukan dan Pasar Pabean dan membantunya di toko selama bertahun-
malam terakhir bersama suaminya. Handoko tertidur dan tak tahun sejak Handoko meninggal. Tiba-tiba, Naning merasa tak
bangun lagi untuk selamanya. Begitu tenang dan mengejutkan. patut menolak maksud baik pria tua itu.
Sejak saat itu, Naning tak pernah lagi mengajak “Jan?”
Arumi ke Pasar Pabean. Sejak saat itu, Naning tak lagi
Wak Parjan menoleh.
berani berharap agar Arumi akan menyukai atau bahkan
meneruskan usaha rempah-rempah keluarganya. Sejak saat “Mungkin kau benar soal Arumi. Aku butuh seseorang
itu, Naning bertekad seorang diri membiayai pendidikan dari keluarga untuk membantu tokoku. Jika Arumi tidak mau,
Arumi hingga menjadi sarjana desain seperti cita-cita mungkin saja suaminya mau. Jadi ... tidak ada salahnya jika
almarhum ayahnya. Arumi menikah. Siapa tahu suaminya nanti mau membantuku
menjalankan bisnis rempah.”
Namun, waktu bergulir bukan hanya membawa serta
kenangan, melainkan juga harapan. Sudah hampir setengah “Terus, Ning?” tanya Wak Parjan dengan wajah mulai
abad usianya, Naning merasa teramat lelah. Pikiran Naning serius dan tampak antusias.
perlahan berubah. Kini, terbit harapannya Arumi agar
dapat menggantikan posisinya dan meneruskan usaha “Tentang Pras, nanti aku coba bicarakan ke Arumi.
rempah keluarganya. Setahuku dia juga belum punya pacar,” ujar Naning pada
tukang becak yang sudah dianggapnya seperti kerabat
sendiri itu.
“Ning, Arumi pasti gak akan menyesal jadi istri Pras.
Wak Parjan berhenti mengayuh becaknya. Menyadari Dia itu dermawan dan pekerja keras seperti kamu, Ning.”
becak tak lagi bergerak, pelan-pelan Naning menurunkan
kakinya. Tepat di depan gerbang pasar, kini Naning berdiri. Naning mengangguk pelan. Wak Parjan memutar
becaknya dengan wajah bahagia.
Naning menatap ke atas. Tampak langit Surabaya
yang masih jingga. Naning menyodorkan tiga lembar uang
71 Bab 5 — Sungai Kalimas dan laki-laki bernama Pras Gadis Rempah 72