Page 78 - Mengungkap-Kerancuan-Pembagian-Tauhid-Kepada-Uluhiyyah-Rububiyyah-dan-al-Asma-Wa-ash-Shifat-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-277-Hal
P. 78
76 | Mengungkap Kerancuan Tiga Tauhid
Dalam hadits ini, Rasulullah menamakan hujan sebagai mughits,
karena hujan dapat menyelamatkan dari kesusahan dengan izin
dan kehendak Allah. Maka demikian pula seorang Nabi Allah atau
seorang wali Allah, ia dapat menyelamatkan dari kesusahan dan
kesulitan dengan izin dan kehendak Allah. Bahkan seorang Nabi
atau seorang wali Allah jauh lebih mulia di banding hanya dengan
hujan semata. Dengan demikian boleh bagi kita untuk melakukan
tawassul dengan mengucapkan: “Aghitsni Ya Rasulullah...”, atau
semacamnya. Karena dalam keyakinan kita ketika kita
mengucapkan kalimat tersebut adalah bahwa seorang Nabi dan
wali Allah (Mutawassal Bih) hanya sebagai sebab saja. Sedangkan
pencipta manfaat dan yang menjauhkan marabahaya secara hakiki
adalah Allah, bukan Nabi atau wali tersebut.
Khalifah ‗Umar ibn al-Khaththab mengetahui bahwa Bilal
ibn al-Harits al-Muzani mendatangi makam Rasulullah. Beliau
juga mengetahui bahwa Bilal ibn al-Haris melakukan tawassul
dengan Rasulullah, dan beristighatsah dengannya, dengan
mengatakan: “Ya Rasulallah Istasqi Li Ummatika...!”. Sebuah
ungkapan yang mengandung an-Nida‟ (panggilan), yaitu pada kata
“Ya Rasulallah...”, dan mengandung ath-Thalab (permohonan dan
harapan), yaitu pada kata “Istasqi...”. Namun demikian ‗Umar ibn
al-Khaththab tidak mengkafirkan atau memusyrikkan sahabat
Bilal ibn al-Harits al-Muzani ini. Sebaliknya, beliau menyetujui
perbuatannya tersebut. Demikian pula dengan para sahabat yang
lain, tidak ada seorang dari mereka yang mengingkarinya sahabat
Bilal ibn al-Harits ini.
(Tiga): Ath-Thabarani meriwayatkan dari sahabat
‗Abdullah ibn ‗Abbas, bahwa Rasulullah bersabda: