Page 111 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 111

Kegiatan akhir sebelum pengumuman kelulusan  adalah SITARDA
               yang  kali  ini  AMN  sebagai  penyelenggara.  Kami  Taruna  Senior
               tingkat akhir (wreda ) berkumpul di AMN, menerima indoktrinasi
               tentang  Doktrin  ketiga  Angkatan  (AD,  Kartika  Eka  Paksi),  (AL,
               Jalesveva Jayamahe), (AU, Swa Buana Paksa) dan Polri (Tri Brata)
               serta  Doktrin  ABRI  (Catur  Dharma  Eka  Karma)  bertempat  di
               ksatrian AMN dilanjutkan dengan KKL di daerah Slawi, Tegal.
               Pada  KKL  ini,  kami  melakukan  survei  tentang  pemahaman  dan
               aplikasi    “IPOLEKSOSBUDMIL”  pada  masyarakat  pedesaan  di
               Lebaksiu  serta  melaksanakan  bakti  sosial  bersama  warga
               masyarakat, membuat jembatan penyeberangan, dan memperbaiki
               jalan desa.

               Tanggal  4  Desember  1968  adalah  hari  yang  menentukan  masa
               depan  kami.  Kami  dikumpulkan  di  Gedung  “Pelangi”,  gedung
               legendaris  bagi  Taruna  AMN  untuk  menerima  keputusan
               Gubernur  tentang  kelulusan  kami  sebagai  Perwira.  Di  hadapan
               Gubernur dan pejabat teras AMN dibacakan satu per satu Taruna
               yang dinyatakan lulus, nomor urut, korp, dan NRP masing-masing.
               Dari 500 orang Sermatar yang dinyatakan lulus menjadi Perwira
               sebanyak 466 orang. Aku menempati urutan ke 103, korp Armed

               dengan NRP 22091.
               Boleh  jadi  karena  hasil  ujian  dan  psikotesku,  maka  aku  tidak
               berhasil  masuk  ke  dalam  jurusan  sesuai  harapanku,  jurusan
               Teknik,  yaitu  korp  Zeni.  Namun,  aku  tetap  bangga  bisa  masuk
               jurusan  Tempur,  korp  Armed,  korp  yang  didukung  oleh
               persenjataan berteknologi tinggi. Ada 18 orang yang masuk korp
               Armed.

               Sebagai bentuk ucapan rasa syukur, keesokan hari berikutnya, di
               bawah  komando  Danyontar,  kami  mendaki  ke  puncak  Tidar
               dengan  gembira  dan  sorak  sorai,  tanpa  rasa  tertekan.  Di  sana
               kami  sekali  lagi  menetapkan  hati  dengan  menyanyikan  “hymne
               Taruna” dan lagu “Padamu Negri”.
   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116