Page 56 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 56
pelaksanaan pembangunan, siswa dilibatkan kerja bakti
mengumpulkan pasir dan batu setiap hari Minggu. Sayang hingga
akhir pendidikan, aku tidak menikmati gedung baru itu karena
pembangunan belum selesai.
Akhir kuartal pertama jabatanku sebagai Ketua Osis diganti
pejabat baru, adik kelas. Aku harus konsentrasi untuk
menghadapi ujian akhir. Aku dan teman-teman didorong untuk
belajar lebih intensif dibawah bimbingan guru. Bulan Juni 1962
dilaksanakan ujian akhir dan aku dinyatakan lulus dengan nilai
akumulatif 66 dari 8 mata pelajaran, ranking pertama di sekolah.
Pada saat acara perpisahan, guru memberikan hadiah sejumlah
buku bacaan, salah satunya buku novel karangan Karl May, cerita
tentang suku Indian Apache itu. Rupanya ada guru yang
memperhatikan bahwa aku suka membaca novel itu.
Dengan telah selesainya aku dari SMP, bapak menyuruh aku untuk
melanjutkan ke sekolah kejuruan dengan pertimbangan selesai
sekolah langsung mendapat pekerjaan. Sekolah Kejuruan yang
paling populer di desa waktu itu adalah SPG semula bernama
SGA. Hal tersebut disebabkan terdapat jaminan setelah lulus akan
langsung mendapat pekerjaan sebagai guru SR. Apabila ingin
menjadi guru SMP, setelah SPG harus melanjutkan ke PGSLP.
Bapak ingin aku bersekolah di Sekolah Pertanian.
Waktu itu Pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan
menggalakkan berdirinya sekolah-sekolah kejuruan baru yang
lulusannya dibutuhkan segera untuk mengisi jabatan-jabatan
tingkat menengah di lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta
yang sedang membangun.
Selain sekolah kejuruan yang sudah ada seperti SPG, SMEA,
SKKA, dan STM, didirikan pula sekolah baru seperti STMA
(Sekolah Teknologi Menengah Atas), SPbMA (Sekolah
Perkebunan Menengah Atas), SPMA (Sekolah Pertanian
Menengah Atas), dan masih ada beberapa lagi yang lulusannya
sedang dibutuhkan. Namun, demi mengejar cita-cita ingin menjadi
seorang INSINYUR, aku bersikeras melanjutkan ke SMA,

