Page 88 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 88
dan tempat itu disakralkan. Namun, sekarang tidak lagi
menyeramkan.
Bisa jadi karena alasan legenda inilah Presiden Soekarno, selaku
Panglima Tertinggi TNI, pada tahun 1957 atas usulan AD
menyetujui lembah Tidar menjadi tempat penggemblengan para
calon pemimpin bangsa yang akan datang, khususnya para Perwira
TNI AD.
Yang pasti adalah di lembah Tidar itu berhawa sejuk dan areanya
masih kosong, cocok untuk tempat latihan militer. Setelah lembah
dan bukit Tidar ditetapkan sebagai Ksatrian AMN, maka untuk
kepentingan pendidikan, di puncak Tidar yang dipercayai di mana
dulu ditancapkan tombak oleh Syech Bakir dibangun tugu yang
sekaligus sebagai tiang bendera dilengkapi dengan lapangan
upacara.
Tidar, bagi para Taruna AMN dan para alumninya mempunyai
kesan yang sangat khusus. Di sana ada kebanggaan, di mana janji
bakti untuk negeri diucapkan dan di sana juga ada cerita horor
apabila tindakan disiplin dari Taruna senior, menancapkan
bendera, harus dijalankan di tengah malam.
Di puncak Tidar itulah, di hari terakhir masa basis, aku dan
teman-teman mengikuti upacara menaikkian bendera merah
putih, menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, “Hymne
Taruna”, dan “Padamu Negeri”. Tentu ada maksud mengapa
penutupan masa basis dilaksanakan di sini. Inilah akhir dari masa
pendadaran dalam kawah Chandradimuka dilambangkan dengan
mendaki bukit Tidar hingga ke puncaknya. Dengan susah payah,
tetapi kami akhirnya berhasil mencapai puncak.
Hymne Taruna bukan sekedar lagu, tetapi ungkapan hati nurani,
tekad, serta sumpah janji para Taruna AMN yang terus melekat di
hati sanubari selama hayat masih dikandung badan. Menurut
sejarahnya, lagu ini diciptakan oleh Kadet Moeljono, Taruna MA
(Military Accademi) Yogyakarta, cikal bakal AMN, sekembalinya
para Taruna MA itu dari daerah pertempuran Ambarawa.
Demikian lirik lagunya,

