Page 94 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 94

Setelah  dilantik  menjadi  Koptar  kemudian  kami  diberi  cuti
               pendidikan.  Untuk  cuti  ini,  kami  diberi  biaya  perjalanan  dinas  (
               BPD  ),  pulang  pergi,    sesuai  tujuan  masing-masing.  Rasanya
               sungguh  sangat  senang,  aku  akan  bertemu  orang  tua,  sanak
               saudara, dan teman-teman yang sudah 6 bulan aku tinggalkan. Aku
               dapat  bersantai sejenak, menghibur diri, melepaskan rasa rindu,
               melepaskan ketegangan yang aku alami, dan tentu sedikit pamer.
               Aku  mengambil  cuti  ke  desa,  mengunjungi  orang  tua,  terutama
               simbok,  yang  sudah aku  rindukan.  Aku  tahu  simbok di  samping
               rindu juga khawatir apakah aku mampu menjadi tentara, karena
               waktu kecil aku lemah fisik, bahkan menurut cerita kakak-kakak,
               hingga umur  2  tahun  aku belum bisa berjalan.  Aku  dijuluki    “si
               lemper”. Menurut cerita kakak juga, agar dapat tumbuh kuat, bisa
               segera  berjalan  dengan  tegak,  aku  diberi  makanan  tambahan
               berupa telor ayam setiap hari minimal satu butir yang berlanjut
               hingga aku beranjak remaja.

               Dalam  perjalanan  pulang  ke  desa,  aku  merasa  terharu  karena
               banyak  orang  memperhatikan  aku  yang  berseragam  tentara
               dengan  tanda  pangkat  yang  tidak  biasa.  Rupanya  waktu  itu,  aku
               adalah  Taruna  pertama  dari  Gunungkidul,  khususnya  dari
               Ponjong.  Perjalanan  dari  Magelang–Yogyakarta–Wonosari  –

               Ponjong–Koripan,  masih  seperti  waktu  aku  SMA,  berganti  ganti
               kendaraan  dan  diteruskan  dengan  berjalan  kaki.  Hal  tersebut
               membuat keadaan menjadi wajar kalau aku diperhatikan banyak
               orang. Aku merasa sangat bangga membawa tas jinjing pembagian,
               warna coklat berlogo AMN.

               Setiba  di  rumah,  simbok  menyambut  aku  dengan  haru  biru.
               Namun,  aku  melihat  ada  kekhawatiran  di  mata  beliau.  Aku
               mengerti  sepenuhnya  karena  dalam  benak  beliau  pasti  terbetik
               bahwa  tentara  itu  identik  dengan  kekerasan  dan  perang.
               Sementara  itu,  di  hatinya  aku  adalah  anak  yang  lemah,  manja,
               bahkan tidur pun masih dalam dekapannya.
               Selama cuti, setiap hari aku mengisi waktu bersama simbok. Aku
               berusaha meyakinkan beliau bahwa aku tidak perlu dikhawatirkan.
   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99