Page 96 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 96
memahami, dan menyadari akan kemampuan diriku, terutama
kemampuan fisik. Kegiatan dan latihan militer penuh resiko
terhadap keselamatan jiwa raga. Aku belajar dari teman-teman
yang tidak selamat. Ada teman yang dikeluarkan karena cedera.
Mereka memaksakan diri untuk meraih yang terbaik di luar
kemampuannya dan kurang berhati-hati. Aku bertekad untuk
berhasil dalam kondisi aman dan selamat. Oleh karena itu, aku
tidak memaksakan diri, tidak ngoyo, yang penting aku tidak
tertinggal dari teman-teman. Aku mengambil sikap, “sak madyo”,
yang sedang-sedang saja, tetapi tidak meninggalkan jiwa
kompetitif, pedomanku adalah, “apabila temanku bisa maka
akupun harus bisa”.
Di tingkat ini, pelajaran militer tidak lagi difokuskan kepada
kemampuan perorangan, tetapi sudah mulai kerja sama
kelompok. Hal tersebut dimulai dari dasar-dasar taktik dan teknik
ilmu keprajuritan, utamanya taktik dan teknik kesatuan kecil,
serta mahir menembak senapan agar Taruna mempunyai
kemampuan setingkat Komandan Regu. Sementara itu, mata
kuliah umum yang diberikan oleh para Dosen baik dari AMN,
maupun dari Unversitas Gajah Mada dan Universitas Diponegoro
masih bersifat introduksi. Hampir semua disiplin ilmu dalam
bidang Politik, Ekonomi, Sosial budaya, bahasa, dan Agama
diberikan kepada kami dalam bentuk kuliah umum.
Persoalan berat yang aku hadapi adalah mengatasi rasa mengantuk
di kelas. Maklum kewajiban berlari setelah 7 langkah masih
berlaku ditambah lagi ada mata pelajaran praktek lapangan,
berupa olahraga militer, senam balok, senam senjata, dan renang
militer.
Malam Minggu dan hari Minggu serta hari-hari libur nasional, kami
diperbolehkan pesiar dan berkunjung kepada keluarga di
Magelang dan sekitarnya. Banyak Taruna yang mulai berani mecari
pos dan introduce untuk refreshing menghilangkan rasa jenuh dan
siapa tahu mendapat gebetan. “Introduce” adalah istilah untuk
menyebut “gadis kenalan”. Aku sendiri lebih banyak bersantai di

