Page 228 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 228

Kiri
                          Iwa Kusuma
                          Sumantri sedang
                          berbicara dalam
                          sebuah acara
                          (Sumber: Arsip
                          Nasional Republik
                          Indonesia)                                                                                                                              Setelah Kabinet Ali Sastroamidjojo berakhir dan digantikan Kabinet Burhanuddin Harahap, Iwa kembali
                                                                                                                                                                  menjadi anggota DPR mewakili fraksi pembangunan.  Ia juga menjadi Ketua Badan Musyarawah Sunda
                                                                                                                                                                                                                42
                          Kanan                                                                                                                                   (BMS). Pada tahun 1958 ia meninggalkan dunia politik dan bergabung ke dalam lembaga pendidikan. Atas
                          Iwa Kusuma                                                                                                                              usul Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Rektor
                          Sumantri, Menteri
                          Perguruan Tinggi                                                                                                                        Universitas Padjajaran (Unpad) di Bandung. Ketika menjabat Rektor Unpad, Iwa mengusulkan adanya
                          Ilmu Pengetahuan I,                                                                                                                                                                                             43
                          tahun 1961-1962                                                                                                                         Undang-undang (UU) Perguruan Tinggi untuk memperbaiki mutu pendidikan.  Ia juga menghapus
                                                                                                                                                                                                                                                       44
                          (Sumber: Arsip                                                                                                                          sistem perploncoan yang feodal dan diganti dengan sistem pengenalan biasa yang lebih egaliter.  Saat
                          Nasional Republik                                                                                                                       menjabat sebagai Rektor Unpad inilah Iwa dikukuhkan sebagai guru besar di bidang hukum pidana. Ia
                          Indonesia)
                                                                                                                                                                  menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Revolusionisasi Hukum Indonesia”.



                                                                                                                                                                  MENTERI PTIP, MANIPOL-USDEK, PEREMAJAAN UNIVERSITAS, DAN UU
                                                                                                                                                                  PERGURUAN TINGGI

                                                                                                                                                                  Pada penghujung dasawarsa 1950-an krisis di bidang politik, militer, dan kedaerahan yang menggerogoti
                                                                                                                                                                                                                          45
                                                                                                                                                                  demokrasi parlementer berubah menjadi pukulan mematikan.  Sederet kabinet yang dibentuk oleh
                                           Iwa  kurang  begitu baik. Menurut Iwa, Sjahrir sebagai ketua  Badan Pekerja  (BP) Komite Nasional                      koalisi partai ternyata gagal menentukan arah politik dan malah melahirkan konflik-konflik politik yang
                                           Indonesia Pusat (KNIP) berjalan sendiri tanpa kontrol anggota ataupun sidang anggota. Perundingan-                     tiada habisnya.  Dalam tubuh internal angkatan darat serta hubungan politik antara politisi dan militer
                                                                                                                                                                               46
                                           perundingan dengan Inggris dan Belanda yang disiapkannya mencemaskan pemimpin lain, seperti                            tidak selalu stabil. Masalah tersebut diperparah oleh tumbuhnya permusuhan di daerah-daerah yang
                                           Soekarno, Soebardjo, dan Iwa. Tindakan Sjahrir tersebut dianggap Iwa sebagai “inkonstitusionil”. Atas                  tidak puas atas mekanisme pengaturan hubungan antara pusat dan daerah. Percikan yang terjadi di
                                           sikap tersebut Iwa menerima surat keputusan pemberhentian sebagai Menteri Sosial sesampainya di                        beberapa daerah di Sumatera dan Sulawesi membuka peluang bagi Soekarno mengambil alih kendali.
                                           Jakarta sepulang dari perundingan.  Iwa memutuskan menjadi oposisi terhadap jalan diplomasi yang                       Soekarno, yang  mengeluhkan  kecilnya  peran  presiden  sebagaimana  diamanatkan  Undang-undang
                                                                          36
                                           ditempuh Perdana Menteri Sjahrir. Ia bergabung dengan Persatuan Perjuangan (PP) yang dipimpin Tan                      Dasar Sementara  (UUDS) 1950, mengajak rakyat memikul bersama  kegagalan demokrasi liberal
                                           Malaka yang juga menentang politik berunding dengan Belanda.  PP memiliki slogan “merdeka 100%”.                       dan mendukung gagasannya mengenai demokrasi terpimpin yang dianggap lebih sesuai dengan alam
                                                                                                   37
                                           Gagasan mereka berpengaruh besar sebab Jenderal Soedirman secara terbuka memberikan dukungan                           kenyataan Indonesia.  Dalam pandangan Soekarno, demokrasi liberal bertentangan dengan proses
                                                                                                                                                                                     47
                                           dalam sebuah rapat terbuka di Purwokerto dengan mengatakan “... lebih baik diatoom sama sekali                         politik yang dibutuhkan oleh Indonesia. Segala lembaga yang didasarkan pada filosofi tersebut harus
                                           daripada merdeka ta’ 100%”. 38                                                                                         disingkirkan, termasuk parlemen yang ada, dan diganti dengan model kepemimpinan serta perencanaan
                                                                                                                                                                  yang berpandangan benar. “Apabila kita hendak membangun masyarakat sosialis di Indonesia maka
                                           Perbedaan politik antara PP dan pemerintah yang semakin memanas berujung pada aksi penculikan                          kita harus memiliki perencanaan komprehensif, dan perencanaan tersebut harus dijalankan dengan
                                           Sjahrir pada tahun 1946. Sebagai tindak balasan, para tokoh PP, seperti Tan Malaka, Yamin, Ahmad                       pengarahan yang cakap, jadi kita harus punya demokrasi terpimpin,” kata Soekarno dalam diskusi
                                           Soebardjo, Boentaran, dan Iwa, ditangkap oleh pemerintah dan dipenjarakan. Iwa dipindahkan dari                        dengan Dewan Nasional ketika menggodok konsep demokrasi terpimpin pada bulan Juli 1958. 48
                                           satu penjara ke penjara lain sebelum akhirnya dibebaskan pada tanggal 9 Agustus 1948 oleh Presiden
                                           Soekarno. Iwa mendapat grasi dan namanya direhabilitasi karena tidak terbukti bersalah.                                Pada tahun 1959, melalui Dekrit Presiden, Soekarno menghapus UUDS 1950, membubarkan Majelis
                                                                                                                                                                  Permusyawaratan  Rakyat  Sementara  (MPRS), dan  memberlakukan  kembali Undang-undang  Dasar
                                           Ketika Belanda melaksanakan aksi militer kedua pada bulan Desember 1948, Iwa Kusuma Sumantri                           (UUD) 1945. Dengan langkah tersebut Soekarno ingin mengembalikan Indonesia ke jalan politik yang
                                           yang sedang berada di Yogyakarta ikut ditangkap bersama dengan Soekarno dan Hatta serta pemimpin-                      semestinya, yaitu berdasarkan semangat revolusi antiimperialisme dan bukan berdasarkan ideologi
                                           pemimpin lain seperti Sjahrir dan Ali Sastroamidjojo. Sesudah dibebaskan oleh Belanda, Iwa masuk                       liberal. Hal ini diungkapkan secara gamblang oleh Soekarno dalam pidato pada Hari Kemerdekaan
                                           Partai Murba yang didirikan oleh Tan Malaka, Chaerul Saleh, Sukarni, dan Adam Malik pada tahun                         Indonesia tahun 1959. Bagi Soekarno, tahun 1959 merupakan tahun “penemuan kembali revolusi kita”
                                           1948. Ia diminta Partai Murba menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat                       sesudah melewati masa 1950-1955 yang kacau balau. Setelah melewati masa itu, menurut Soekarno,
                                           (DPR-RIS) mewakili kelompok progresif lembaga ini. 39                                                                  kita mengalami purgatorio ‘penyucian’ dan melanjutkan perjalanan Indonesia di atas rel revolusi demi

                                                                                                                                                                                                                            49
                                           Jabatan penting yang diemban Iwa berikutnya adalah Menteri Pertahanan dalam Kabinet Ali                                mengejar cita-cita revolusi, yaitu masyarakat adil dan makmur.  Sarana mencapai tujuan itu hanya
                                           Sastroamidjojo tahun 1953 mewakili faksi progresif. Posisi ini strategis, tetapi memiliki tantangan berat              bisa melalui demokrasi terpimpin, yang merupakan demokrasi kekeluargaan, tanpa anarki liberalisme,
                                                                                                                                                                                         50
                                           sebab Iwa harus membenahi perpecahan di dalam Angkatan Darat pasca peristiwa 17 Oktober 1952.                          tanpa  autokrasi diktator.  “Manifesto  Politik”  yang  digaungkan oleh Soekarno  lewat pidatonya
                                           Program inti Iwa menyatakan bahwa “wibawa militer harus dikembalikan ke dalam proporsi yang                            tersebut dilengkapi dengan simbol-simbol ideologis, yaitu loyalitas terhadap UUD 1945, sosialisme
                                                      40
                                           sewajarnya”.  Iwa membuat kebijakan yang menjadikan Jakarta sebagai daerah militer tersendiri yang                     Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia. Rangkaian simbol-
                                           terpisah dengan Jawa Barat. Buah program tersebut adalah pembentukan Kodam V Jaya. Selain itu Iwa                      simbol ideologis ini kemudian dipopulerkan dengan akronim “Manipol-USDEK”, singkatan yang
                                                                                                                                                                  melambangkan kegemaran Soekarno melontarkan slogan-slogan yang menyengat.
                                                                                                                                                                                                                                           51
                                           memberi perhatian kepada pembangunan asrama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan
                                           pensiun janda pahlawan.  Perwira-perwira militer yang berprestasi pun diusulkan untuk mendapat                         Salah satu lembaga strategis yang dapat menyalurkan dan menanamkan gagasan Manipol-USDEK
                                                                 41
                                           pendidikan di luar negeri.                                                                                             secara efektif kepada masyarakat adalah lembaga pendidikan, terutama perguruan tinggi. Sebagai




                             216  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018                                                                                                             MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  217
   223   224   225   226   227   228   229   230   231   232   233