Page 44 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 44
Atas Ki Hadjar
Ki Hadjar bersama Dewantara menemui
Hatta dan Mas KRT Koeseoma
Mansur (Poetera) Oetoya di jalan
Kebon Sirih Jakarta
(Sumber: Pusat dalam rangka
Perpustakaan penyusunan dan
Nasional Republik penerbitan buku Dari
Indonesia)
Kebangunan Nasional
sampai Proklamasi
Tengah Kemerdekaan
“Empat Serangkai” (Sumber: Biro
dari kiri ke kanan: Ki Umum, Sekretariat
Hadjar Dewantara, Jenderal,
Mohammad Hatta, Kementerian
Soekarno, dan K.H. Pendidikan dan
Mas Mansur, di Kebudayaan)
kantor pusat Poetera
(Poesat Tenaga
Rakjat)
(Sumber:
Perpustakaan
Nasional Republik
Indonesia)
Bawah
Empat Serangkai
yang terdiri dari
Bung Karno, Bung
Hatta, Ki Hadjar Ki Hadjar Dewantara adalah Bapak Pendidik utusan rakyat yang tak tertandingi dalam menghadapi
Dewantara, dan Kyai
Haji Mas Mansyur kolonialisme. 39
bertemu dengan
Hideteki Tojo Pada Kongres Perkumpulan Partai-partai Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI) yang dilaksanakan pada
(Sumber:
Perpustakaan tanggal 31 Agustus 1928 di Surabaya, Ki Hadjar Dewantara memberi prasaran tentang pendidikan
Nasional Republik nasional dan penyelenggaraan atau pembinaan perguruan nasional. Pada tahun yang sama, ia aktif
Indonesia)
menebitkan majalah, di antaranya Wasita, Poesara (1931), Keluarga, dan Keluarga Putera (1936). Di samping
aktif di dunia jurnalisitik dan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam bidang kesenian. Selama
pengasingan di Belanda ia belajar seni drama pada Herman Kloppers. Ia bahkan mengarang buku
metode atau notasi nyanyian daerah Jawa, Sari Swara, yang diterbitkan tahun 1930 oleh JB Wolters.
Yang menarik, dari royalti yang didapat dari buku tersebut Ki Hadjar Dewantara dapat membeli sebuah
mobil sedan Chevrolet.
Meskipun demikian pada akhirnya Ki Hadjar Dewantara tetap mengutamakan pendidikan sebagai
tujuan hidupnya. Sekolah yang didirikannya, Taman Siswa, mendapat banyak tentangan baik dari
masyarakat pribumi maupun pemerintah kolonial. Peraturan tentang Ordonansi Sekolah Liar yang
dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1932, misalnya, sempat menyulitkan
Taman Siswa dan sekolah swasta lainnya. Ordonansi tersebut sesuai dengan isi Staatsblad 1932
No. 494 yang mulai berlaku pada 1 Oktober 1932. Tentu saja Ki Hadjar Dewantara tidak tinggal
diam. Ia mengirim telegram kepada Gubernur Jenderal di Bogor yang isinya menentang pengesahan
peraturan tersebut. Dengan berbagai dukungan yang diterimanya Ki Hadjar Dewantara berhasil
menunda pengesahan peraturan tersebut. Walaupun begitu Ordonansi Sekolah Liar tetap diterbitkan
sesuai dengan Staatsblad No. 66 tanggal 21 Februari 1933. Perjuangan Ki Hadjar Dewantara
mempertahankan Taman Siswa tidak sampai di situ. Pada tahun 1935 pemerintah Hindia Belanda
melakukan provokasi: jika mendaftarkan anaknya ke Taman Siswa vrijbijljet atau kartu gratis pegawai
kereta api akan dicabut. Sementara itu untuk pegawai negeri yang mendaftarkan anaknya di Taman
Siswa kindertoelage atau tunjangan anak dicabut dan disusul loon belasting atau pajak upah juga ikut
dicabut. Ki Hadjar Dewantara melawan kebijakan pemerintah Hindia Belanda tersebut dengan tetap
menerapkan sistem kekeluargaan di lingkungan Taman Siswa, sehingga akhirnya pada tanggal 15 Juli
1940 pemerintah Hindia Belanda terpaksa mengakui aturan di lingkungan Taman Siswa dan pajak
upah pun dibebaskan. Dengan berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi, Taman Siswa dianggap
sebagai cikal bakal landasan sistem pendidikan nasional.
39 Op.Cit., Suhartono Wiryopranoto, dkk., hlm. 162.
32 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 33