Page 146 - Dr. Abdul Rasyid Ridho, M.A
P. 146
dibangun oleh Syharu>r. Muhammad Syahru>r hanya
memberikan stressing pada ungkapan (siga>h) yang dipakai
pada sarana pengajaran dan taklif (pembebanan) dalam
penyampaian perintah dan larangan dalam Al-Qur’an.
Kemudian Syahru>r tidak sepakat ketika firman Allah Swt.”
kutiba ‘alaikum al-shiya>m” sama dengan “ qad farada
Alla>hu lakum tahillata aima>nikum”, Sehingga keduanya
memiliki perbedaan. Perbedaan yang dimaksud bahwa
tidak adanya kesamaan dalam bentuk ungkapan antara
kataba dan farada, dengan demikian kadar kewajiban yang
dikandung oleh kedua lafaz} tersebut berbeda. 224
Kalau dikembalikan kepada pemikiran ulama tafsir
yang lain, maka akan didapatkan makna yang sedikit
berbeda satu sama lainnya, sebagai contoh dalam tafsir
Fathul Qadi>r As-Syaukani mengatakan: 225
Arti “Kutiba”adalah tidak ada khilaf di antara
kaum muslimin, bahwasanya puasa ramadhan itu
wajib/fari>dha sebagaimana Allah Swt. wajibkan kepada
226
semua ummat.
224 Muhammad Syahru>r, al-Islam wa al-Ima>n; Manzu>mah al-Qiyam,
>
Damaskus, 1996, yang dialih bahasakan oleh M. Zaid Su’di
menjadi Isla>m dan Ima>n;Aturan-aturan Pokok , cet. 1,
Jogjakarta: Jendela, 2002, hlm. 47.
225 Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syauka>ni, Fathul
Qadi>r Al- Jami>’ Baina Fannair Riwa>yah Wad Diro>yah Min Ilmi
>
Tafsi>r) , (Lebanon: Darul Ma’rifah, Beirut, 2007), hlm. 234.
226 Dari penjelasan di atas, bahwa As-Syauka>ni menginterpretasikan
makna Kataba dengan kata Fari>dha yang bermakna sebuah
132