Page 147 - Dr. Abdul Rasyid Ridho, M.A
P. 147

Dari pengertian di atas, Imam Asy-Syaukani tidak
            memberikan penjelasan secara panjang lebar antara makna
            kita>bah  dengan fari>dah. Beliau hanya menafsirkan bahwa
            makna  yang  ditunjukan  dari  kedua  lafaz}  tersebut  yaitu
            suatu perbuatan yang sifatnya wajib untuk dilaksanakan.
            Demikian  pula  menurut  tafsir  Sya’rawi   227   dan  Al-
            Asfaha>ni. 228 itu  di  antara  bentuk  penafsiran  dari  ulama
            tafsir dengan metode penafsiran yang dimilikinya.

                   Namun  Syahru>r  memberikan  pengertian  yang
            berbeda dengan penjelasan sebagaimana pendapat mufasir
            di atas. Syahru>r memberikan penjelasan makna yang lebih
            dalam dan panjang lebar, dengan ketentuan bahwa kedua


                  kewajiban  di  dalam  memberikan  pengertian  terhadap  kata

                  Kataba. As-Syauka>ni  hanya  sebatas  memberikan  suatu
                  penegasan bahwa itu sebuah kewajiban tanpa menelaah lebih
                  dalam dibalik perbedaan makna Kataba  dan Fari>dha.

            227 Menurut  tafsir  Sya’rawi  penggunaan  kata  kutiba mengandung
                  makna  bahwa  Allah  SWT  tidak  pernah  menghalangi  setiap
                  aktivitas  yang  dilakukan  manusia. 227 Artinya  Allah  SWT
                  memberikan  kebebasan  terhadap  hamba-Nya  untuk  memilih
                  apakah  mereka  beriman  atau  ingkar  terhadap  perintah  itu.
                  Namun  di  samping  itu  Allah  mempersiapkan  ganjaran  dari
                  setiap  perbuatan  yang  dilakukan  dengan  memberikan  pahala
                  atau kebahagian bagi yang selalu dalam  bingkai keimanan dan
                  menanggung  ancaman  dan  siksaan  bagi  yang  ingkar.  Lihat
                  Muhammad  Mutawalli  Sya’rawi,  Tafsir  Sya’rawi,  terj:  Tim
                  Safir al-azhar , Jakarta: Duta Azhar, 2004, hlm. 685.
            228 Namun menurut  Ar- Raghi>f Al-Asfaha>ni, kata itu berasal dari al-

                  katbu (بتكلا ), yang berarti ‘menyambung kulit yang disamak
                  dengan cara menjahit yang digunakan untuk tempat air. Lihat
                  Muhammad  Quraish  Shihab,  e  tel,  Ensiklopedia  Al-Qur’a>n
                  Kajian Kosa Kata,  Jakarta: Lentera Hati, 2007, hlm. 434.

                                       133
   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152