Page 125 - Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas X
P. 125
Sebagai catatan, dalam bahasa India modern, kata āstika dan nāstika umumnya
berarti theis dan atheis, tetapi dalam kepustakaan filosofis Sanskṛta, kata āstika berarti
‘orang yang mempercayai otoritas kitab-kitab Veda, atau orang yang mempercayai
kehidupan setelah kematian’, sedangkan kata nāstika berarti lawannya. Di sini, kata
tersebut dipergunakan dalam pengertian pertama karena dalam pengertian yang kedua,
aliran filsafat Jaina dan Buddha pun adalah āstika, karena mereka mempercayai
kehidupan setelah kematian. Dalam kedua pengertian di atas, keenam aliran filsafat
orthodox adalah āstika dan aliran filsafat Cārvāka sebagai nāstika. Pada uraian berikut
akan diuraikan tentang Ṣaḍ Darśana.
1. Nyāya Darśana
a. Pendiri dan Sumber Ajaran
Pendiri ajaran ini adalah Rṣi Gautaman yang juga dikenal dengan nama Akṣapāda
dan Dīrghatapas, yang menulis Nyāyaśāstra atau Nyāya Darśana yang secara umum
juga dikenal sebagai Tarka Vāda atau diskusi dan perdebatan tentang suatu Darśana
atau pandangan filsafat kurang lebih pada abad ke-4 SM, karena Nyāya mengandung
Tarka Vāda (ilmu perdebatan) dan Vāda-vidyā (ilmu diskusi). Sistem filsafat Nyāya
membicarakan bagian umum darśana (filsafat) dan metoda (cara) untuk melakukan
pengamatan yang kritis. Sistem ini timbul karena adanya pembicaraan yang dilakukan
oleh para ṛṣi atau pemikir, dalam usaha mereka mencari arti yang benar dari śloka-
śloka Veda Śruti, guna dipakai dalam penyelenggaraan upacara-upacara Yajña.
Nyāyaśāstra terdiri atas 5 Adhyāya (bab) dan dibagi ke dalam 5 ‘pada’ (bagian).
Pada tahun 400 Masehi kitab Nyāyaśāstra ini dikomentari oleh Rṣi Vāstsyāna dengan
karyanya yang berjudul Nyāya Bhāsya (ulasan tentang Nyāya).
Objek utamanya adalah untuk menetapkan dengan cara perdebatan, bahwa
Parameśvara merupakan pencipta dari alam semesta ini. Nyāya menegakkan
keberadaan Īśvara dengan cara penyimpulan, sehingga dikatakan bahwa Nyāya
Darśana merupakan sebuah śāstra atau ilmu pengetahuan yang merupakan alat
utama untuk meyakini suatu objek dengan penyimpulan yang tidak dapat dihindari.
Dalam hal ini kita harus mau menerima pembantahan macam apapun, tetapi asalkan
berdasarkan pada otoritas yang dapat diterima akal. Pembantahan demi untuk adu
argumentasi dan bukan bersilat lidah atau berdalih.
b. Sifat Ajaran
Pandangan filsafat Nyāya menyatakan bahwa dunia di luar manusia ini terlepas dari
pikiran. Kita dapat memiliki pengetahuan tentang dunia ini dengan melalui pikiran
yang dibantu oleh indra. Oleh karena itu sistem filsafat Nyāya ini dapat disebut sebagai
sistem yang realistis (nyata). Pengetahuan ini dapat disebut benar atau salah, tergantung
daripada alat-alat yang diperguṇakan untuk mendapatkan pengetahuan tersebut, dimana
secara sistematik semua pengetahuan menyatakan 4 keadaan, yaitu:
1. Subjek atau si pengamat (pramātā)
2. Objek yang diamati (prameya)
3. Keadaan hasil dari pengamatan (pramīti)
4. Cara untuk mengamati atau pengamatan (pramāṇa)
118 | Kelas X SMA/SMK

