Page 138 - Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas X
P. 138

yang tinggi dan unit kekuatan itu terpecah menjadi bagian-bagian. Dalam tahapan
                   tertentu barangkali percepatan berkurang dan mereka mulai mendekat dan mendekat
                   satu sama lainnya. Kontraksi dari kekuatan Sattvika maka akan terbentuk Tamas, dan
                   dalam waktu yang bersamaan dorongan dari kekuatan aktif (Rājas) juga terjadi pada
                   Tamas dan dalam kontraksi itu terjadilah ekspansi yang cepat.
                      Dengan demikian guṇa itu secara terus menerus mengubah keunggulan mereka
                   mengatasi yang lainnya. Keunggulan Sattva dari Tamas dan sebaliknya, keunggulan
                   Sattva pada Tamas terjadi secara bersamaan dalam proses tersebut, dan pergantian
                   itu terjadi pada setiap saat. Sattva dan Tamas dan dalam penampakannya merupakan
                   terang dan tidak berbobot sedang yang lain merupakan gelap dan berat. Tapi pasangan
                   ini  bekerja  secara  bersama-sama  dalam  penciptaan  dan  peleburan  seperti  halnya
                   benda-benda bergerak dari yang halus.
                      Ekspansi kekuatan energi yang tertimbun dalam bentuk-bentuk yang halus, dari
                   mana ia memanifestasikan dari dalam bentuk keseimbangan yang baru. Keseimbangan
                   yang sifatnya relatif ini merupakan suatu tahapan tertentu dari proses evolusi itu sendiri.
                   Memang kelihatannya ada suatu konflik yang berkesinambungan antara Guṇa itu, tapi
                   sesungguhnya ada kerjasama yang sempurna selama proses penciptaan oleh karena
                   lewat interaksi yang berkesinambungan itulah aliran kosmis dan kehidupan individual
                   terus  berlangsung.  Guṇa  itu  memiliki  peranan  yang  sama  dalam  tubuh  dan  pikian
                   manusia seperti halnya yang terjadi pada alam semesta secara keseluruhan.
                   c.  Evolusi alam semesta.
                      Prakṛti akan mengembang menjadi alam ini bila berhubungan dengan Puruṣa.
                   Melalui perhubungan ini Prakṛti dipengaruhi oleh Puruṣa seperti halnya anggota
                   badan  kita  dapat  bergerak  karena  hadirnya  pikiran.  Evolusi  alam  semesta  tidak
                   mungkin terjadi hanya karena Puruṣa, karena ia bersifat pasif. Tidak juga hal itu
                   dapat  terjadi  karena  ia  tanpa  kesadaran.  Hanya  karena  perhubungan  Puruṣa  dan
                   Prakṛti ini adalah seperti kerja sama orang lumpuh dengan orang buta untuk dapat
                   keluar hutan. Mereka bekerja sama untuk mencapai tujuannya.
                      Hubungan antara Puruṣa dan Prakṛti menyebabkan terganggunya keseimbangan
                   dalam Tri Guṇa. Yang mula-mula tergantung ialah Rājas dan menyebabkan Guṇa
                   yang  lain  ikut  terguncang  pula.  Masing-masing  Guṇa  itu  berusaha  mengatasi
                   kekuatan Guṇa lainnya. Maka terjadilah pemisah dan penyatuan Tri Guṇa itu yang
                   menyebabkan munculnya objek yang kedua ini. Yang pertama terjadi dari Prakṛti
                   ialah  Mahat  dan  Buddhi.  Mahat  adalah  benih  besar  alam  semesta  ini  sedangkan
                   Buddhi adalah unsur intelek.
                      Fungsi buddhi ialah untuk memberikan pertimbangan dan memutuskan segala apa
                   yang datang dari alat-alat yang lebih rendah daripadanya. Dalam keadaannya yang
                   murni ia bersifat dharma, jñana, vāiragya, dan aiṣarya yaitu kebijakan, pengetahuan,
                   tidak bernafsu, dan ketuhanan. Ia berada amat dekat dengan roh. Ahaṁkāra atau rasa
                   aku adalah hasil Prakṛti yang kedua. Ia langsung timbul dari mahat dan merupakan
                   manifestasi pertama dari mahat. Fungsi Ahaṁkāra ialah merasakan rasa aku. Dengan
                   Ahaṁkāra sang diri merasa dirinya yang bertindak, yang ingin, dan yang bermilik.




                                                         Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |   131
   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143