Page 110 - hujan
P. 110
mengagumkan, bisa bergerak melewati undakan anak tangga dengan mudah.
” Jika sempat, sering-sering mampir ke sini, Lail. Ibu akan senang jika kamu
bersedia membantu membuat kue-kue.”
” Iya, Bu.” Lail menyalami ibu Esok, berpamitan.
Sepeda merah itu kembali melintasi jalanan kota.
***
Kolam air mancur ramai oleh pengunjung. Liburan panjang. Ada banyak turis
dari luar kota yang datang. Berfoto bersama. Ka mera kecil beterbangan di atas
kepala, mengambil gambar. Tong kat sel;e sudah ketinggalan tiga puluh tahun,
digantikan kamera terbang seukuran kumbang, bisa mengambil foto dari posisi
mana pun. Burung-burung merpati hinggap mematuki remah roti.
Esok dan Lail duduk menghabiskan segelas cokelat panas. Favorit mereka.
”Apa kabar keluarga angkatmu?” Lail bertanya.
” Baik. Mama dan Claudia baik. Ah iya, mereka bertanya, kenapa kamu tidak
pernah main ke rumah?”
Lail memperbaiki anak rambut di dahi. ”Aku khawatir tingkah ku memalukan
di sana.”
Esok tertawa. ” Mereka baik dan menyenangkan, Lail.”
Lail mengangguk. Dia tahu itu. Tapi tetap saja, itu keluarga yang berbeda.
Sekali lagi Lail memperbaiki anak rambutnya. Ter ingat rambut panjang Claudia
yang sangat indah.
”Ayah angkatku juga baik, tapi dia sedang di luar negeri, meng ikuti KTT
Perubahan Iklim Dunia.”
Lail teringat breaking news tadi malam.
”Apakah mereka serius akan mengintervensi lapisan stratos fer?” Lail bertanya.
Esok menatap Lail sejenak. ” Eh, sejak kapan kamu bertanya sangat scienti;c,
Lail?”
Bahkan Lail ikut tertawa saat menyadarinya. Lail tidak pernah tertarik soal
teknologi. Tapi acara tadi malam membuatnya cemas. Dia menatap Esok,
menunggu jawaban.