Page 112 - hujan
P. 112

Esok setuju. ”Aku juga lebih suka kota kita.”

                  Matahari    mulai   tumbang    di   langit.   Kolam   air   mancur   semakin   ramai   oleh

                pengunjung  yang  menunggu  malam  hari,  saat  cahaya  lampu  membuat  kolam  air
                terlihat semakin menawan.

                  ” Kita  harus  pulang,  Lail.  Besok  jadwal  keretaku  pagi  sekali,  pukul  enam.  Aku

                hanya bisa berlibur sehari.”
                  Lail mengangguk. Itu sudah lebih dari cukup.

                  ” Mari kuantar kamu pulang ke panti.”

                                                            ***
                Maryam mengamuk saat melihat Lail masuk ke kamar mereka.

                  ” Kamu  pergi  ke  mana?”  Maryam  melotot,  suaranya  me lengking  nyaring.  ”Aku

                mencarimu setelah acara selesai. Dan kamu pergi begitu saja, menghilang.”
                  Lail menyeringai, menatap Maryam dengan wajah tanpa dosa.

                  ”Aku mau mandi, Maryam. Lihat, sudah hampir 24 jam aku tidak mandi, nanti

                rambutku kutuan.” Lail mengambil handuk dan peralatan mandi.
                  ” Jangan pergi, Lail. Kamu harus menjawab pertanyaanku dulu.”

                  Maryam jengkel. Tadi siang, saat semua relawan berkemas meninggalkan pusat

                latihan,   dia   ditinggal   sendirian,   bingung   men cari   Lail.   Belum    lagi   harus
                membereskan       barang-barang      Lail,   menggendong      dua    ransel   besar   berisi

                pakaiannya  dan  pakaian  Lail.  Dia  hampir  ditinggal  bus  yang  mengantar  relawan

                ke tem pat tinggal masing-masing.

                  Lail sudah melangkah keluar kamar, meninggalkan Maryam.
                  ” Kamu pergi dengan anak laki-laki yang me makai sepeda merah itu, kan? Yang

                membuatmu dulu hujan-hujanan? Ayo mengaku.”
                  Lail berjalan santai di lorong lantai dua, tidak menjawab.

                  Maryam berseru jengkel, ” Lail! Kamu ke mana saja tadi?”

                  Tapi  hanya  itu  yang  Maryam  lakukan.  Dia  teman  yang  baik.  Beberapa  jam  lagi

                dia   juga   sudah   lupa   dengan   kesalnya,   sudah   asyik   membaca     buku.   Meski
                penasaran,    Maryam     tidak   pernah   men desak   Lail   bercerita   tentang   siapa   anak

                laki-laki  dengan  sepeda  merah  itu.  Sejauh  ini,  hanya  Ibu  Suri  yang  tahu  rahasia
   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117