Page 122 - hujan
P. 122

Enam    truk   berhenti   di   kota   hilir   sungai.   Enam   truk   berikutnya   meneruskan

                perjalanan    menuju   kota   di   hulu   sungai.   Lail   dan   Maryam   bersama   separuh

                relawan    ditempatkan    di   kota   hulu   sungai.   Jalanan   penghubung   dua   kota   itu
                buruk.  Aspal  telah  lama  terkelupas,  digantikan  tanah  liat  yang  jika  hujan  turun

                menjadi     kubangan     lumpur     yang    bisa   me rendam     separuh     badan    truk.

                Penumpang       terbanting-banting     di   dalam    truk   militer   yang   terus   melaju
                menaklukkan jalan.

                  Mereka    tiba   di   tenda   komando    pukul   sepuluh   malam.    Mereka     langsung

                menerima brie;ng dan pembagian tugas dari komandan tenda pengungsian. Baru
                bisa  beristirahat  satu  jam  kemudian.  Lail  langsung  terkapar  di  atas  kasur  tipis,

                tidur. Maryam ikut tidur. Mereka lelah. Besok daftar pekerjaan telah menunggu.

                  R asa-rasanya  baru  sebentar  Lail  tidur,  saat  dia  sudah  dibangunkan  Maryam.
                Hari pertama mereka di lokasi peng ungsian telah dimulai. Lail beranjak bangun,

                membujuk      matanya     membuka     penuh.    Ini   sudah   menjadi   risikonya   sebagai

                relawan.   Mereka    bersiap-siap   berangkat   ke   rumah   sakit   darurat,   mengena kan
                seragam oranye.

                  Saat  membuka  tutup  tenda,  pemandangan  menakjubkan  lang sung  menyambut

                mereka.
                  Lail  mendongak  berputar.  Tadi  malam  saat  pertama  kali  sam pai,  mereka  tidak

                bisa  melihat  apa  pun  selain  gelap.  Pagi  ini  pe gunungan  hijau  dan  lembah  luas

                terhampar     terlihat   jelas.   Kabut   tipis   mengambang      di   atas   hijau   pucuk

                pepohonan,     seperti   ada   yang   melukisnya.   Burung-burung      beterbangan,    juga
                beberapa he wan liar yang mendatangi tenda pengungsian mencari sisa makan an.

                  Maryam ikut menatap sekitar. Sebuah bendungan besar ter lihat tidak jauh dari
                kota.   Tingginya   hampir   empat    puluh   meter,   dengan   lebar   empat   ratus   meter.

                Bendungan      itu   dulu   digunakan   sebagai   irigasi   persawahan   seluruh   lembah,

                mengairi  puluhan  ribu  hektar.  Dengan  perubahan  iklim  dunia,  penduduk  tidak

                bisa menanam padi, berusaha menanam kentang—yang lebih ba nyak gagalnya.
                  Sepanjang  hari  Lail  dan  Maryam  terbenam  di  rumah  sakit  darurat.  Hanya  ada

                satu  dokter  dan  empat  perawat  di  rumah  sakit  itu,  sisanya  pindah  ke  kota  lain.
   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127