Page 234 - hujan
P. 234

Ada   banyak    hal   yang   dipikirkan   Lail   sejak   bertemu   lagi   de ngan   Esok   saat

                wisuda.  Ketika  dia  sudah  mulai  menata  hatinya,  berdamai.  Jika  Esok  tidak  naik

                kapal   itu,   apa   yang   akan   pemuda   itu   lakukan   setelah   kapal   itu   berangkat?
                Apakah  dia  akan  tetap  tinggal  di  Ibu  Kota?  Atau  kembali  ke  kota  mereka?  Esok

                belum    menghubungi       Lail   sejak   acara   wisuda   sekolah   keperawatan.   Untuk

                kesekian    kalinya   membuat     Lail   menunggu.    Apakah     dia   hanya   bisa   pasrah
                menunggu dalam hubungan mereka?

                  Kesibukan  di  tenda  pengungsian  Sektor  3  membantu  Lail  me lupakan  sejenak

                tentang  Esok,  juga  tentang  kapal  raksasa  itu.  Mereka  sepanjang  hari  bekerja  di
                rumah sakit darurat, kembali ke tenda pukul delapan malam, terkapar kelelahan,

                kepanasan.    Pendingin     yang   dipasang   di   setiap   tenda   relawan   tidak   mampu

                mengusir udara panas.
                  Hari  keempat  belas  di  Sektor  3,  seminggu  sebelum  empat  kapal  itu  berangkat,

                malam-malam saat Lail dan Maryam kem bali ke tenda, ada seseorang yang telah

                menunggu di sana. Duduk di kursi plastik.
                  Wali Kota. Tamu yang sama sekali tidak diduga.

                  ”Selamat malam, Lail.” Wali Kota berdiri.

                  Ini  mengejutkan.  Lail  menelan  ludah.  Membalas  menyapa  de ngan  suara  patah-
                patah.   Maryam     tahu   diri,   kecil   sekali   ke mung kinan   Wali   Kota   datang   untuk

                menemuinya.      Pasti   ada   urusan   sangat   penting   dengan   Lail.   Maryam   segera

                pamit, pergi ke tenda komando.

                  ”Aku  minta  maaf  mengganggu  jadwal  istirahatmu,  Lail.  Ada  yang  hendak  aku
                bicarakan  denganmu.”  Wali  Kota  mengusap  keringat  di  dahi,  wajahnya  terlihat

                sangat   letih.   Dia   bekerja   nyaris   delapan   belas   jam   setiap   hari   mengurus   kota
                mereka.    Mencari    solusi   paceklik   bahan   pangan.   Malam    ini   Wali   Kota   me-

                nyisihkan waktu, pergi menemui Lail di Sektor 3, itu berarti ada hal penting dan

                amat mendesak.

                  ”Aku tahu, Esok pasti telah memberitahumu.”
                  Lail bisa segera menebak topik percakapan.

                  ” Kapal raksasa...,” Lail berkata pelan.
   229   230   231   232   233   234   235   236   237   238   239