Page 238 - hujan
P. 238

30



















                WALI KOTA berpamitan setelah menyampaikan tujuan ke datangannya.

                  Lail tidak bisa menjawab apa pun. Dia masih bingung dan terkejut.

                  Maryam  kembali  ke  tenda  setelah  Wali  Kota  naik  ke  atas  heli kopter,  kembali
                ke kota mereka.

                  ”Apakah  kamu  akan  memberikan  tiket  itu  kepada  Claudia?”  Maryam  bertanya

                setelah Lail menceritakan percakapannya de ngan Wali Kota.

                  ”Aku    tidak   tahu,   Maryam.     Bahkan     Esok   belum    cerita   apa   pun.”   Lail
                menggeleng.

                  Maryam  menatap  wajah  Lail  yang  kusam.  Temannya  me mikirkan  banyak  hal

                sekarang. Seperti ada beban berat meng gelantung di wajahnya.
                  ” Lagi  pula,  masih  ada  ibu  Esok.  Bisa  saja  tiket  itu  diberikan  kepada  ibunya.

                Beliau lebih berhak. Satu-satunya keluarga Esok,” Lail berkata lirih.

                  Maryam mengangguk. Itu lebih masuk akal.
                  Lail   menunduk.    Tinggal   seminggu    lagi   keberangkatan    kapal   itu.   Waktunya

                semakin sempit.

                  ”Aku harus pulang ke kota kita, Maryam. Aku harus ada di sana.”
                  Maryam mengangguk lagi.

                  Malam  itu  juga  mereka  menghadap  komandan  lokasi  peng ungsi an,  meminta

                izin  agar  bisa  pulang  lebih  cepat.  Ada  hal  men desak  yang  harus  diselesaikan  di
                Ibu Kota. Maryam me ngarang alasan.

                  ”Apa hal mendesak itu, Maryam?” Komandan bertanya.

                  Maryam menelan ludah, berpikir cepat. ”Ada yang menemukan ibu-ibu dengan
   233   234   235   236   237   238   239   240   241   242   243