Page 241 - hujan
P. 241

bus seperti tidak ber fungsi.

                  Turun  di  ujung  jalan  kuliner,  mereka  kemudian  berjalan  kaki  di  depan  toko-

                toko makanan. Sepagi ini, jalanan itu tetap ramai. Masih banyak penduduk yang
                berbelanja  makanan.  Satu-dua  ana k  kecil  berkejaran.  Mereka  tidak  tahu  sama

                sekali enam hari lagi kabar buruk akan diumumkan.

                  Suara lonceng terdengar lembut saat pintu toko kue di dorong.
                  ” Lail?   Maryam?”   Ibu   Esok   yang   sedang   sibuk   melayani   pem beli   menoleh.

                ” Bukankah kalian seharusnya masih di Sektor 3?”

                  Lail menggeleng. Maryam sudah asyik mengambil sepotong pastry.
                  ”Sebentar,   kalian   tunggu   Ibu   di   dapur.”   Ibu   Esok   tersenyum,   kursi   rodanya

                bergerak gesit membawanya ke sana kemari, me layani pembeli.

                  Lima  belas  menit  kemudian  ibu  Esok  bergabung  ke  dapur.  ” Udaranya  panas
                sekali. Ibu sudah menambah mesin  pendingin, tapi tetap panas.”

                  Maryam  mengangguk,  asyik  menghabiskan  pastry  yang  di comotnya  tadi.  ”Aku

                belum pernah melihat pastry yang satu ini. Lezat sekali, Bu.”
                  ” Itu   resep   lama.   Baru   Ibu   coba   beberapa   hari   lalu.   Kalian   mau   belajar

                membuatnya?”

                  Lail menggeleng. Mereka datang bukan untuk belajar mem buat kue.
                  ”Ada   apa,   Lail?   Kenapa   kalian   tiba-tiba   datang?   Ibu   yakin   kalian   pasti

                meninggalkan tugas di Sektor 3 lebih awal. Ya, kan?”

                  Lail mengangguk. ”Ada yang hendak aku tanyakan, Bu.”

                  Ibu Esok melepas celemek. ” Iya, ada apa, Lail?”
                  ”Apakah Esok telah memberitahu Ibu tentang kapal besar itu?”

                  Ibu  Esok  terdiam,  menatap  Lail  dengan  tatapan  tuanya.  Sesaat  kemudian  ia
                mengangguk.

                  ” Esok sudah memberitahu Ibu lewat telepon. Tadi malam.”

                  Dapur toko kue lengang seketika.

                  ”Orang  tua  ini  sudah  cukup  melihat  banyak  hal,  Lail.  Gempa  bumi.  Musim
                dingin.  Salju...  Salju  itu,  tidak  terbayangkan  akan  turun  di  kota  kita.”  Ibu  Esok

                tertawa getir. ”Saat masih kecil, Ibu selalu bermimpi pergi ke negara-negara jauh
   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245   246