Page 245 - hujan
P. 245
31
DUA puluh empat jam sebelum kapal itu berangkat, Lail akhirnya
mendapatkan berita. Berita yang membuat dirinya ter gugu.
Bukan dari Esok, melainkan dari Wali Kota yang datang ber sama istrinya,
menemui Lail di apartemen. Mereka memperoleh alamat apar temen Lail dan
Maryam dari asrama sekolah.
”Sungguh terima kasih, Lail. Kami tidak bisa membalasnya dengan apa pun.”
Istri Wali Kota memeluknya erat.
Lail terdiam, mencoba tersenyum.
Claudia resmi sudah memperoleh tiket itu. Pagi tadi Wali Kota dan istrinya
mengantar Claudia ke stasiun kereta, menuju Ibu Kota.
” Kamu sungguh baik hati telah memberikan tiket itu kepada Claudia, Nak.
Terima kasih telah membujuk Esok melakukan nya.” Istri Wali Kota terisak.
Tetapi Lail tidak melakukan apa pun. Bahkan Lail tidak se patah pun bicara
dengan Esok sejak wisuda. Lima hari terakhir dia hanya menunggu, dan tetap
menunggu kabar dari Esok.
” Telepon Esok sekarang juga, Lail!” Maryam berseru marah setelah Wali Kota
dan istrinya meninggalkan apartemen.
Lail menggeleng. ” Buat apa? Hanya untuk mendengar penjelas an bahwa Esok
memilih Claudia? Lihatlah, sampai sekarang pun Esok tidak menghubungiku.”
Lail menatap lantai apartemen. Dia tidak ingin menangis lagi. Air matanya
sudah habis.
” Ya Tuhan, telepon sekarang juga, Lail! Kamu berhak me nerima penjelasan.”
Maryam gemas, meremas rambut kribo nya.