Page 248 - hujan
P. 248
32
2
RUANGAN 4 x 4 m dengan lantai pualam itu lengang.
Elijah menatap Lail dengan mata berkaca-kaca.
Peta di layar tablet telah sempurna. Benang-benang berwarna merah, benang-
benang berwana biru, dan benang-benang berwarna kuning terlihat saling
berkelindan. Seluruh memori telah selesai disampaikan.
”Apakah kamu mau minum lagi, Lail?” Elijah bertanya dengan suara serak.
Lail mengangguk.
Belalai robot mengisi ulang gelasnya. Lail menghabiskannya dalam sekali
tenggak.
” Maafkan aku yang telah memintamu menceritakan semua kenangan itu.”
Elijah berdiri, melepas bando dari kepala Lail.
Lail menggeleng. ” Tidak masalah.”
Elijah melirik jam di layar tablet. Pukul enam lewat tiga puluh. Mereka bisa
beranjak ke fase berikutnya, mulai meng hapus benang berwarna merah.
” Tidak seharusnya kamu mengalami kisah menyakitkan itu, Lail. Seharusnya
takdir bisa lebih bijak kepadamu. Kamu telah kehilangan ayah dan ibumu.
Kehilangan seluruh keluargamu.” Elijah menatap Lail, menyeka pipinya. Dia
seharusnya tidak bo leh tersentuh atas cerita pasiennya. Dia hanya fasilitator.
Tapi cerita ini membuatnya terharu, bahkan membuatnya lupa bahwa dia juga
tidak terpilih sebagai penumpang kapal itu.
”Aku sudah menangani ratusan pasien di ruangan putih ini. Semua orang
punya kenangan menyakitkan, mereka berhak menghapusnya. Tapi kamu, Lail,