Page 78 - hujan
P. 78

10



















                IBU Suri marah besar saat Lail tiba di lantai dua.

                  Lail   tidak   pulang   terlambat,   masih   beberapa   jam   lagi   waktu   bebas   mereka.

                Yang membuat Ibu Suri marah, Lail pulang de ngan pakaian basah.
                  ” Kenapa    kamu    tidak   berteduh   saat   hujan   turun,   Lail?”   Suara   Ibu   Suri

                terdengar  hingga  ujung  lorong  lantai  dua.  Lail  jadi  tontonan  teman-temannya,

                termasuk Maryam.

                  ”Aku tidak sempat berteduh saat turun dari bus.” Lail me ngarang jawaban.
                  ” Jangan   berbohong,    Lail.   Kamu   bisa   saja   menunggu    hujan   di   halte.   Apa

                susahnya?”

                  Lail terdiam. Menunduk.
                  ” Kamu  sengaja  hujan-hujanan,  bukan?”  Ibu  Suri  mendelik.  ” Bagaimana  kalau

                kamu  jatuh  sakit?  Membuat  repot  seluruh  petugas?  Kamu  sudah  besar,  bukan

                anak kecil lagi yang senang bermain air.”
                  Lail menelan ludah.

                  Malam  itu  Lail  dihukum  membantu  di  dapur,  menggosok  pantat  panci,  kuali,

                dan   semua   peralatan   masak.   Buka n   masalah    besar.   Lail   bersenandung   riang,
                setidaknya    dia   tidak   disuruh   me ngenakan   karton   yang   ditulisi,   ”Aku   berjanji

                tidak   akan   meng ulangi   kesalahan   lagi”   seperti   anak-anak   lain   yang   ketahuan

                melanggar peraturan.
                  Lail  baru  kembali  ke  kamarnya  pukul  sebelas  malam.  Ibu  Suri  menambahkan

                lagi  hukuman,  menyikat  toilet  di  dapur  umum.  Tapi  Lail  tetap  tidak  keberatan,

                suasana  hatinya  masih  riang  setelah  bertemu  dengan  Esok.  Jangankan  menyikat
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83