Page 79 - hujan
P. 79
satu toilet, disuruh menyikat toilet seluruh lantai, dia tetap riang.
” Kamu belum tidur?” Lail melangkah masuk, menemukan Maryam yang masih
terjaga.
” Hai, Lail.” Maryam mengangkat buku di tangannya, masih asyik membaca.
” Bagaimana kabar Ibu Suri? Apakah dia masih marah?”
Lail tertawa sebagai jawaban, melepas jaket, menggantung kan nya di dinding.
” Bagaimana dengan Jlmnya? Bagus?” Lail balik bertanya.
” Untung kamu tidak ikut menonton.” Maryam meletak kan bukunya.
Lail mengangguk. Itu berarti jelek.
”Aku tahu kenapa kamu tadi hujan-hujanan di gerbang panti.” Wajah Maryam
terlihat menyeringai, menatap Lail jail.
” Eh? Aku hanya kehujanan biasa, Maryam.”
Maryam menggeleng, menyelidik.
” Kamu tadi pulang diantar seseorang dengan sepeda, kan? Bukan naik bus kota
rute 7.”
” Tidak. Aku pulang sendiri.” Lail menelan ludah.
”Ayolah, Lail.” Maryam tertawa. ” Kamu tidak pandai ber bohong. Ekspresi
wajahmu terlihat sebaliknya. Lagi pula, aku sem pat melihat kalian melintas dari
atas bus kota. Tidak salah lagi, itu pasti kalian, berboncengan naik sepeda
berwarna me rah.”
Muka Lail terlihat memerah.
”Siapa sih anak laki-laki itu?” Maryam semakin jail.
” Bukan siapa-siapa,” Lail menyergah cepat. ”Aku mengantuk, mau tidur.”
Maryam tertawa melihat wajah bersemu Lail.
”Ayolah, Lail... Siapa sih anak laki-laki itu?”
” Hanya teman.”
”Oh ya? Hanya teman?”
Lail melotot, menarik selimutnya.
Maryam terkekeh, tapi tidak melanjutkan menggoda Lail. Dia kembali
membuka bukunya.