Page 73 - hujan
P. 73

” Terima kasih. Aku di panti saja.”

                  ”Oke.” Maryam meneruskan membaca.

                  Lail  sedang  memikirkan  Esok.  Sudah  enam  minggu  dia  tidak  bertemu  Esok,
                sejak   Esok    dan   ibunya   meninggalkan      tenda    peng ungsian    menuju    rumah

                orangtua    angkatnya.    Apakah    Esok   sudah   melupakannya?      Setiap   hari,   setiap

                berangkat    dan   pulang   sekolah,   Lail   melintasi   gedung   sekolah   Esok,   menatap
                halamannya, ber harap ada Esok di sana. Nihil.

                  Apakah Esok baik-baik saja? Apaka h Esok juga memikir kan nya?

                  Malam itu Lail kembali tidur larut malam, bangun kesiang an.
                  Hari   bebas,   tidak   ada   yang   akan   membangunkannya.       Maryam     sepertinya

                sudah  pergi  bersama  teman-teman  yang  lain.  Lail  menengok  jam  di  atas  meja,

                mengeluh,     sudah   pukul   sembilan   pagi.   Dia   beranjak   turun   dari   ranjangnya,
                meraih  handuk  dan  peralatan  mandi.  Lorong-lorong  panti  lengang,  anak-anak

                pergi   keluar   atau   berkumpul   di   ruang   bersama,   bermain   bola   pingpong,   me-

                nonton televisi, atau hanya menghabiskan waktu dengan mengo brol.
                  Sarapan di ruang makan sudah tutup satu jam lalu. Tidak apa, dia tidak lapar.

                  Usai  mandi,  Lail  menghabiskan  waktu  dengan  membaca  di  kamar.  Dua  jam.

                Dia  mulai  bosan,  melirik  jam  di  atas  meja,  pukul  dua  belas.  Baiklah,  dia  juga
                malas   makan    siang,   dari   tadi   dia   menghabiskan   kue-kue   kering   hasil   kursus

                memasak.  Lail  meletakkan  bukunya,  mungkin  dia  perlu  sesekali  berjalan-jalan

                me lihat  kota.  Lail  mengenakan  sweter  tebal  dan  syal,  me masukkan  buku  yang

                dia   baca   ke   dalam   tas.   Minggu-minggu     ini   udara   terasa   menusuk   tulang,
                menyentuh delapan derajat Celsius.

                  Lail  menuruni  anak  tangga  lalu  melintasi  halaman  rumput  panti,  naik  ke  atas
                bus  kota  rute  7,  menuju  tempat  favoritnya  selama  ini,  Central  Park.  Mung kin

                duduk di sana sambil membaca akan membuat rasa bosannya hilang.

                  Air  mancur  hampir  selesai  diperbaiki,  bentuknya  sudah  se perti  sedia  kala—

                dengan  pohon-pohon  dan  taman  bunga,  kursi-kursi  ditata  rapi—hanya  airnya
                saja yang belum keluar. Burung-burung merpati hinggap di pelataran, mematuk-

                matuk    makanan     yang   diberikan   pengunjung.    Suasananya    sudah   seperti   dulu,
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78