Page 71 - hujan
P. 71

”Apa  lagi?  Bakat  selalu  membawa  kebahagiaan  bagi  siapa  pun  yang  melihatku,”

                Maryam menjawab asal, menyandarkan pung gungnya ke kursi.

                  Lail  tertawa  lagi.  Cukup  24  jam  bersama  Maryam  un tuk  tahu  bahwa  Maryam
                anak yang suka bergurau.

                  Bus   melintas   di   depan   gedung   panti   sosial   pukul   13.30.   Me reka   bergegas

                turun,  menuju  kamar,  meletakkan  tas,  mengganti  seragam  sekolah.  Anak-anak
                panti sosial ditunggu di ruang ma kan, jadwal makan siang.

                  Anak-anak     di   panti   tidak   bekerja   seperti   saat   mereka   di   tenda   pengungsian.

                Tapi  bukan  berarti  sisa  sore  bisa  diisi  dengan  ber santai.  Pengasuh  setiap  lantai
                menyusun jadwal  aktivitas sore  yang  bisa  mereka  pilih.  Mulai  dari  keterampilan,

                pengembangan bakat, hingga belajar bercocok tanam, mengutak-atik mesin, ber-

                tukang,  dan  sebagainya.  Lail  dan  Maryam  memilih  aktivitas  yang  sama,  kursus
                memasak.  Mereka  tertawa  senang  saat  tahu  pilihan  mereka  sama.  Aktivitas  itu

                dilakukan hingga menjelang malam.

                  Pukul   setengah   enam,   barulah   penghuni    panti   memiliki   waktu   luang   untuk
                mandi,    beres-beres,   dan   kegiatan   bebas   lain   di   ka mar   atau   ruang   bersama.

                Mereka menunggu jadwal makan ma lam pukul setengah delapan.

                  ” Kamu bisa membantuku, Lail?” Maryam baru kembali dari kamar mandi. Dia
                mendapat  antrean  paling  belakang,  jadi  baru  se lesai  mandi.  R ambutnya  basah

                dililit handuk.

                  ” Ya?” Lail meletakkan buku yang dibacanya, turun dari ran jang atas.

                  ”Aku  kesulitan  menyisir  sendiri  rambutku.  Kamu  bisa  mem bantuku?”  Maryam
                melepas lilitan handuk.

                  ” Eh?”  Lail  menelan  ludah.  Dia  kira  tadi  Maryam  hanya  minta  tolong  ambilkan
                sesuatu. Menyisir rambut? Bagaimana jika ada kutu yang loncat dari sana?

                  Tetapi   Lail   tidak   mungkin   mengarang     alasan   untuk   menolak     per mintaan

                Maryam      atau   nanti   teman    sekamarnya      akan   ter singgung.   Lail   terdesak,

                berhitung    kemungkinan      lain.   Akhirnya   dia   mengangguk,   menerima     sisir   dari
                tangan   Maryam.     Maryam     duduk    rileks   di   kursi.   Lail   berdiri   di   belakangnya,

                ragu-ragu mulai menyisir.
   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76