Page 86 - hujan
P. 86
11
SATU bulan sejak percakapan di kolam air mancur, Esok berangkat.
Meski galak dan sangat disiplin, Ibu Suri memberikan izi n kepada Lail untuk
mengantar Esok pada hari keberangkatannya ke Ibu Kota. Itu izin yang tidak
mudah didapat.
”Apa yang membuatmu harus keluar panti selama dua jam sore ini?” Ibu Suri
duduk di kursi kantornya, menatap tajam Lail.
”Aku harus ke stasiun kereta cepat antarkota.”
” Iya, aku tahu, Lail. Kamu sudah mengatakannya sejak tadi. Tapi kenapa kamu
harus ke stasiun kereta sore ini? Kamu jelas bukan petugas peron atau masinis
kereta, bukan?” Ibu Suri ber kata dingin.
”Aku harus mengantar seseorang.” Lail menunduk, suaranya samar.
” Baik. Lantas siapa orang itu, yang membuatmu harus meng antarnya?”
Lail terdiam. Dia tidak pernah mau menceritakan soal Esok kepada siapa pun
di panti sosial, termasuk kepada Maryam. Tapi siang ini sepertinya dia tidak
punya pilihan. Bercerita atau tidak diizi nkan. Ibu Suri menunggu.
Lail menarik napas dalam-dalam, mulai bercerita dengan cepat. Tidak terlalu
detail, hanya menjelaskan bahwa dia hendak mengantar Esok, anak laki-laki usia
tujuh belas tahun, yang dua tahun lalu menyelamatkannya di lubang tangga
darurat kereta bawah tanah saat gempa bumi, yang menjadi teman baiknya di
tenda peng ungsian. Hari ini Esok berangkat ke Ibu Kota, me lanjutkan pen-
didikan di sana. Lail hendak mengantarnya. Lima belas menit. Resume cerita
telah disampaikan.