Page 87 - hujan
P. 87

” Teman baik?” Ibu Suri menyelidik.

                  Lail tidak menjawab.

                  ” Baiklah,   Lail.   Demi   kejadian   dua   tahun   lalu   yang   tidak   akan   pernah   kita
                lupakan,    demi     anak   laki-laki   yang   telah   menyelamat kanmu,        aku   akan

                memberimu izin selama dua jam.”

                  Lail mengangkat wajahnya. Tak percaya.
                  ” Tapi kamu harus kembali ke panti sebelum aktivitas sore. Kamu paham?”

                  Lail   buru-buru   mengangguk,     tersenyum     lebar.   ” Terima   kasih,   Bu.”   Dia   lalu

                beranjak  berdiri,  melangkah  cepat  ke  pintu.  Dia  harus  segera  berangkat,  jadwal
                kereta cepat sebentar lagi.

                  ” Lail!” Ibu Suri berseru.

                  Lail menoleh, langkahnya terhenti.
                  ”Apakah    anak   laki-laki   itu   juga   yang   membuatmu   hujan-hujanan   di   gerbang

                panti setahun lalu?”

                  Wajah    Lail   memerah,   tidak   menjawab,   lalu   bergegas   me ninggalkan   ruangan
                kantor.

                  Ibu  Suri  tersenyum  simpul.  Sejenak  wajah  galaknya  terlihat  lebih  bersahabat.

                ”Anak  remaja.  Masa-masa  yang  indah.”  Dia  kembali  menghadap  komputer.  Ada
                pekerjaan yang harus dia selesaikan.

                                                            ***

                Lail tiba di stasiun lima menit sebelum kereta cepat be rangkat.

                  Esok  sudah  bersiap-siap  naik  ke  atas  kapsul  kereta  cepat.  Di  sana  juga  sudah
                ada  istri  Wali  Kota  dan  putri  semata  wayang nya.  Langkah  Lail  terhenti  sejenak.

                Dia ragu-ragu. Ke mung kinan keluarga Wali Kota tidak menyukai kehadirannya.
                  ” Lail,  ayo  kemari.”  Istri  Wali  Kota  yang  melihatnya  pertama  kali,  melambaikan

                tangan.

                  Esok ikut menoleh, senang melihatnya. Lail mendekat.

                  ”Aku khawatir kamu tidak datang, Lail.”
                  ”Aku akan datang,” Lail berkata pelan.

                  ” Tentu  saja  kamu  akan  datang.  Maksudku,  aku  khawatir  peng awas  panti  yang
   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92