Page 111 - eBook Manajemen Pengantar_Neat
P. 111
Berikutnya, dan ini tidak kalah penting, memberikan penghargaan
terhadap orang-orang yang menunjukkan perilaku sesuai dengan budaya
organisasi. Caranya dengan mengukur kinerja karyawan sesuai dengan
budaya organisasi. Ada perusahaan yang kinerja karyawannya diukur dari
penjualan atau laba saja, hal ini tidak salah. Hanya saja organisasi semacam
ini cenderung berorientasi pada jangka pendek semata. Seharusnya,
perusahaan menitikberatkan pada pengembangan sumberdaya manusia
(SDM) seperti yang telah ditunjukkan oleh perusahaan-perusahaan kelas
dunia (world class organization). Indikator pengukuran kinerja karyawan
lebih diperluas, dan manajemen kinerja juga diselaraskan dengan budaya
yang hendak dibangun - sistem SDM, kebijakan di bidang SDM dan
terapannya seperti reward dan punishment, pendidikan dan pelatihan.
Persoalan utama pembentukan budaya organisasi di Indonesia adalah
inkonsistensi pembentukan budaya karena yang lebih berpengaruh adalah
budaya pemimpin. Begitu sang pemimpin berganti, budaya kerja pun
berubah. Pemimpin baru merasa bodoh atau kalah bila tidak mengganti
budaya kerja sesuai keinginannya. Akibatnya, para karyawan menjadi
bingung. Di perusahaan-perusahaan seperti ini, upaya membangun institusi
masih menjadi masalah. Institusi yang kuat tidak akan terpengaruh oleh
pergantian pimpinan. Mungkin hanya diperlukan sedikit penyesuaian saja
terhadap budaya organisasi bila pemimpin baru datang.
Persoalan lain adalah pembentukan (pemantapan) budaya organisasi
membutuhkan waktu yang lama. Dibutuhkan beberapa periode
kepemimpinan atau waktu tahunan atau bahkan puluhan tahun secara
konsisten. Setiap pemimpin baru harus menyempurnakan budaya yang
sudah terbentuk sebelumnya disesuaikan dengan perubahan lingkungan
maupun kebutuhan organisasi untuk mengantisipasi perubahan di masa
depan. Perhatikan bagaimana Astra meletakkan dasar-dasar budaya
organisasi yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai pendirinya William
Soeryadjaya sejak didirikan tahun 1960-an. Budaya organisasi itu makin
dimantapkan di era kepemimpinan Teddy P. Rachmat, disusul Rini MS
Soewandi, Budi Setiadharma, dan siapapun yang menjadi pemimpin
berikutnya.
Contoh yang sangat baik adalah konsistensi manajemen Citicorp
(Citibank) dalam membangun budaya organisasinya sejak pertama
didirikan tahun 1890-an. Sejak awal, pemimpin City Bank (kemudian
berubah nama menjadi Citicorp) selalu membuat tujuan bisnis yang berani
dan jelas. Presiden/pendiri City Bank James Stillman telah membuat tujuan
yang berani (dalam banyak hal juga memberi stimulasi) untuk menjadi
100 Manajemen Pengantar