Page 100 - Gabungan
P. 100
"Kau suka menggodaku."
"Aku serius!" kata Rudy. "Dua tiga tahun lagi, burung kita bisa ikut
lomba. Semoga ia menang untukmu."
"Kalau nanti ada yang mau beli dengan harga tinggi, aku akan jual
dan belikan buku untuk anak-anak panti asuhan. Kau setuju?"
"Sangat setuju!"
Yenni senang sekali sampai memeluk Rudy.
Gurr-oo-ah-gurr... Gurr-oo-ah-gurr...!
Suara tekukur itu memutus lamunannya. Biasanya suaranya
begitu merdu, tapi sekarang terdengar begitu menyedihkan. Yenni
berbisik:
"Burung kecil... Rudy sudah pergi... Selamanya..."
Hana Budiman berjalan pelan menaiki tangga. Ia melihat Yenni
termenung di depan sangkar burung. Ia tahu kesedihan di hati
Yenni—kenangan tentang burung itu hanya akan menambah
kepedihannya. Hana merasa harus mengalihkan perhatian Yenni. Ia
memanggil pelan dari belakang:
"Yenni, masuklah ke kamar, mari kita berbicara."
Keesokan harinya dini hari, Hana Budiman terbangun. Suara
merpati kecil terdengar begitu sedih dan menyayat hati. Hana
Budiman pun teringat pada kakaknya, Rudy Budiman. Sejak ia
meninggalkan panti asuhan "Santa Carlos" dan tinggal bersama
100

