Page 191 - Gabungan
P. 191

Budiman berkata kepada istrinya, Yati.


                "Ah,  jangan  bilang  begitu,  Pak  Untung!  Lihat,  dua-tiga  tahun


            setelah  Jepang  menyerah,  ketika  Belanda  kembali  menyerang,


            bukankah  aku  ditangkap  dan  dipenjara  Belanda?  Bukankah  Pak


            Untung yang membawa puluhan pejuang menyelamatkanku?"


                "Kalau  sudah  bicara  soal  ini,  aku  harus  mengingatkanmu  lagi,


            Tuan Bai! Kau telah memberikan kontribusi besar bagi kemerdekaan


            bangsa kami, pantas disebut pejuang kemerdekaan. Tapi kau selalu


            melarang kami melaporkan jasamu ke pemerintah!"


                "Waktu itu, aku merasa hanya seorang perantau, tamu di sini!"


                "Sekarang?  Bukankah  permohonan  kewarganegaraanmu  sudah


            disetujui?  Kau  sekarang  warga  negara  resmi!  Kenapa  masih  tidak


            mau  kami  laporkan?  Kemarin,  pensiunan  Kolonel  Hasan  Widodo

            masih  membicarakan  ini.  Kami,  orang-orang  tua  yang  pernah


            berjuang melawan Jepang dan Belanda bersama Tuan Bai, semua


            bersedia menjadi saksi jasa-jasamu."


                "Kalau  dilaporkan,  pemerintah  akan  memberi  tunjangan.


            Bukankah itu memberatkan negara? Sekarang kita punya pabrik kopi,


            kita semua bisa makan, ngapain minta tunjangan negara?"


                "Benar juga! Tunjangan ‘pejuang kemerdekaan’ sebesar 75 ribu


            rupiah per bulan yang kuterima juga selalu kusuruh Hana berikan ke


            Panti  Asuhan  Santa  Carlos." Untung  Budiman  mengangguk,  tapi

                                                           191
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196