Page 192 - Gabungan
P. 192

kemudian  menggeleng. "Tapi  tidak!  Tunjangan  adalah  tunjangan,


            kehormatan  adalah  kehormatan!  Hasan  Widodo  benar,  kita  harus


            melaporkan ini."


                "Ngomong-ngomong soal pabrik kopi, Pak Untung, tadi pedagang


            dari  Singapura,  Tuan  Wu,  datang  meminta  kita  mengekspor


            setidaknya 20-30 ton bubuk kopi ‘Flying Dragon’ setiap bulan. Kita


            tidak bisa terus bertahan dengan cara lama. Kita harus berimprovisasi.


            Bahan  baku  harus  dicari  lagi  di  beberapa  pulau.  Zhongwu  sudah


            menyuruh  orang  mengirim  telegram  ke  Jepang  untuk  memesan


            mesin  sangrai.  Kita  juga  perlu  merekrut  lebih  banyak  pekerja." Bai


            Datou  memandang  Untung  Budiman  dan  Yati. "Untuk  manajemen


            pekerja wanita, Yati, tolong dipikirkan lagi."


                "Tenang saja, Tuan Bai!" kata Yati.

                Bai Datou bangkit dari sofa. Duduk terlalu lama juga melelahkan.


            Ia meregangkan badan sebentar, lalu berjalan ke jendela. Yati hendak


            membantunya, tapi Bai Datou menggeleng.  Ia masih  bisa berjalan


            sendiri.


                Tanpa tongkat kayunya, Bai Datou perlahan berjalan ke jendela. Ia


            menatap  ke  luar.  Untung  Budiman  dan  istrinya  memandang


            punggung Bai Datou. Mereka tahu, Pak Bai sedang merindukan Lani


            dan anaknya lagi. Dengan perasaan haru, mereka memandang sosok


            tua  itu  yang  berdiri  tegak  seperti  patung  di  depan  jendela,  dan

                                                           192
   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197