Page 188 - Gabungan
P. 188
Para wanita menjerit ketakutan, anak-anak pun menangis.
Bai Datou membuka bajunya, memperlihatkan dada yang lebar,
lalu meletakkan tangan di pinggang dan berkata dengan suara keras:
"Di Tiongkok ada pepatah kuno: ‘Obat yang pahit adalah obat yang
manjur, nasihat yang tulus seringkali sulit didengar.’ Tuan Yamamoto,
kau bukan orang yang tak berakal, pikirkan baik-baik nasibmu
sendiri!"
Kepala Kapten Yamamoto bergetar seolah disengat lebah.
Matanya kehilangan cahaya, seluruh tubuhnya seperti balon yang
kempis, bahkan berdiri pun tak stabil. Pedang komandunya yang
tadia menyandar di bahu Bai Datou perlahan terlepas. Dengan lemah,
Yamamoto memasukkan pedang itu kembali ke sarungnya, lalu naik
ke kudanya dengan diam-diam. Ia melambaikan tangan dan berkata
pelan:
"Mundur!"
Puluhan tentara Jepang perlahan mengikuti Kapten Yamamoto
pergi.
Seperti dalam mimpi, penduduk Desa Rahayu seolah tidak
percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Namun, mereka semua
benar-benar melihat tentara Jepang pergi. Tak ada yang berani
bersorak, khawatir suara mereka akan menarik kembali perhatian
tentara Jepang.
188

