Page 192 - 37 Masalah Populer
P. 192
Misalnya seseorang memakai suatu alat (kamera) yang ia arahkan ke suatu objek, lalu ia ambil
gambar, sebenarnya ini bukanlah makna tashwir, karena manusia adalah sesuatu yang
bergaris/berbentuk, sedangkan pada gambar itu tidak ada garis/bentuk mata, tidak ada garis
hidung, tidak ada garis mulut, tidak satu garis pun. Alat (kamera) tersebut diarahkan pada suatu
objek, lalu alat tersebut menangkap gambar objek tersebut. Dalam hadits disebutkan, “Manusia
yang paling keras azabnya pada hari kiamat adalah orang yang menggambar; orang-orang
yang menandingi penciptaan dengan penciptaan Allah Swt”. Berdasarkan ini mayoritas kalangan
Salaf mengharamkan gambar yang berbentuk, yang dibuat manusia dengan tangan, memiliki
tubuh. Mereka berkata, “Sesungguhnya di dalam bentuk itu terdapat sikap menandingi
penciptaan”. Sedangkan gambar poto hanya sekedar warna. Oleh sebab itu dalam hadits riwayat
Zaid bin Khalid disebutkan, “Kecuali goresan pada kain”. Tetapi manurut saya bahwa gambar
yang dibentuk dengan tangan, apakah goresan pada kain atau adonan yang dibentuk berbentuk
makhluk hidup, itu haram. Adapun mengambil gambar dengan alat potografi, maka tidak haram.
Karena pada dasarnya itu bukan gambar berbentuk. Bukti: tulislah satu tulisan dengan pena
Anda, kemudian saya masukkan tulisan itu dengan kamera, apakah saya yang menulis tulisan
itu? Tulisan itu tetaplah tulisan Anda, tidak diragukan lagi. Itu bukan tulisan saya. Oleh sebab itu
orang buta pun bisa menggambar, demikian juga menulis. Namun demikian tetap dilihat tujuan
dari poto itu, apa tujuannya? Jika tujuannya benar, misalnya untuk surat izin kenderaan atau
salah satu kelengkapan persyaratan atau paspor atau untuk menetapkan sesuatu, maka itu boleh.
Adapun jika hanya untuk mengenang sesuatu, misalnya jika seseorang merasa rindu kepada
temannya, lalu ia melihat gambar tersebut, maka itu tidak boleh, karena itu hanya untuk
memperbaharui keterikatan hati dengan selain Allah Swt, terlebih lagi jika orang tersebut telah
meninggal dunia, lalu ia terus melihat poto tersebut untuk mengenangnya, maka semakin
menambah kesedihan 261 .
Pendapat DR.Abdul Wahab bin Nashir ath-Thariri
(Dosen Universitas Imam Muhammad Ibnu Sa’ud – Riyadh, Saudi Arabia).
يهنمل ا ريوصتلا يف لخاد ريغ هنأ برقلأا لعلو ،انامو زيجم نيب رصعلا ءاهقف هيف فلتخا دقف يفارغوتوعلا ريوصتلا امأ
هيف ةاهاضملا ىنعم نلأ ؛ هزاوج حجارلاف اذلو ،لمأتم ىلع ىعخي لا ام قورعلا نم امهنيبو ،هعصو هيلع قبطني لا هنلأ ؛هنع
. )ويديعلا( يملعلا ريوصتلا ةلآب ريوصتلا ًاضيأ كلذ لثمو . ةآرملا ىلع ةروصلا ساكعناك لظلل سبح وه امنإو ،دوجوم ريغ
. ملعأ اللهو . لصاو يلع دمحأ نب دمحم : ـل ) يملاسلإا هقعلا يف ريوصتلا ماكح أ ( باتك رثكأ طسبل اجاريو
Adapun gambar poto, para ahli Fiqh kontemporer berbeda pendapat dalam masalah ini antara
yang membolehkan dan yang melarang. Pendapat yang lebih mendekati kebenaran bahwa poto
tidak termasuk dalam gambar yang dilarang, karena tidak sesuai dengan sifat gambar yang
dilarang menurut Islam. Ada perbedaan antara poto dengan apa yang dilarang dalam Islam,
perbedaan itu tidak tersembunyi bagi orang yang berfikir. Oleh sebab itu, pendapat yang kuat
261 Syekh Ibn ‘Utsaimin, Durus wa Fatawa al-Haram al-Madani (Pelajaran dan Fatwa yang disampaikan
Syekh Muhammad bin Shalih bin ‘Utsaimin di Madinah pada tahun 1416H), juz.I, hal.33.
192