Page 80 - 37 Masalah Populer
P. 80
anak, jika mereka ingin makan malam”. Lalu perempuan itu pun menyiapkan makanan,
memperbaiki lampu dan menidurkan anak-anak. Kemudian perempuan itu berdiri, seakan-akan
ia memperbaiki lampu, lalu ia memadamkannya. Mereka berdua (suami-istri) memperlihatkan
seakan-akan mereka sedang makan. Mereka berdua tidur malam itu dalam keadaan lapar (karena
tidak makan). Ketika pada pagi harinya, suami istri itu datang menghadap Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw berkata, “Allah telah tertawa tadi malam”, atau “Telah kagum”, terhadap
perbuatan kamu berdua. Allah Swt menurunkan ayat: “dan mereka mengutamakan (orang-orang
Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan”. (Qs. Al-Hasyr [59]:
9). Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Musaddad. Juga disebutkan Imam al-Bukhari dari
riwayat Abu Usamah dari Fudhail. Diriwayatkan Imam Muslim dari beberapa jalur periwayatan
lain, dari Fudhail. Sebagian mereka berkata dalam hadits, “Telah kagum”. Tidak menyebutkan
kata, “Tertawa”.
Ta’wil Imam al-Bukhari:
ُ
Imam al-Bukhari berkata, “Makna kata: ِك ِ حَّضلا (tertawa) dalam hadits ini adalah: ( ة َ مْح َّ رلا ) kasih
sayang” 122 . Imam al-Bukhari menta’wilkan kalimat, “Allah telah tertawa tadi malam”, kepada
kalimat, “Allah telah memberikan rahmat-Nya tadi malam”. Karena kalimat pertama tidak layak
bagi Allah Swt, khawatir akan terjerumus kepada perbuatan tasybih (meyerupakan Allah Swt
dengan makhluk).
Ta’wil Imam Ibnu Taimiah:
الله ةلبق مثف فلسلا نم ةعئاط هيف لاق دق اذهو الله هجو مثف اولوت امنيأف برغملاو برشملا للهو هلوقو
Firman Allah Swt, “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah” (Qs. Al-Baqarah [2]: 115).
Sekelompok Salaf mengatakan bahwa makna الله هجو adalah الله ةلبق (kiblat Allah Swt) 123 .
Ta’wil al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:
سحلا ةهج نم كلذ نوك ليحتسملاو ىنعملا ةهج نم ولعلاب هعصو
Allah Swt disifati dengan sifat tinggi, menurut arah, secara maknawi. Mustahil bagi Allah Swt
disifati dengan sifat tinggi secara fisik 124 .
Jika demikian, maka cara memahami ayat-ayat mutasyabihat yang dicontohkan sejak
zaman Salafusshalih adalah: metode tafwidh (menyerahkan maknanya kepada Allah Swt) dan
metode ta’wil (pendekatan makna bahasa).
Imam al-Baihaqi, al-Asma’ wa ash-Shifat, juz.II (Jedah: Maktabah as-Sawadi), hal.403.
122
Ibnu Taimiah, al-Jawab ash-Shahih li man Baddala Din al-Masih, juz.IV (Riyadh: Dar al-‘Ashimah,
123
1414H), hal.414.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari, juz.VI, hal.136.
124
80