Page 238 - JALUR REMPAH
P. 238
224 | Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X - XVI
butuhkan 3000 budak sebagai tenaga kerja perkebunan pala dan melayani
perkerjaan lainnya. Oleh karena itu, armada VOC dengan gencar mencari
budak ke India depan, dan pantai Koromandel. Selain itu, mereka memperoleh
ratusan penduduk Kepulauan Kei dan Aru, juga penduduk Seram, dan Papua
telah diangkut menuju Banda dalam status sebagai Budak. Pada Januari 1624
kapal Amsterdam kembali mengirim 400 orang budak dan pada Februari
menyusul pula pengiriman 200 orang budak.
45
Hal yang menarik dalam pengangkutan sejumlah budak dari beberapa
tempat di wilayah barat menuju Banda menggunakan rute timur kepulauan
rempah. Jalur timur membentang langsung ke timur dari Batavia ke kepulauan
rempah. Tiga tujuan pada rute ini adalah kelompok Pulau Banda, Ambon,
dan kelompok yang ketika itu disebut Maluku (Ternate, Tidore, Makian dan
Halmahera). Pengangkutan budak atau lainnya dari Batavia ke Ambon pada
Oktober hingga Maret. Pengangkutan itu berlaku, tidak hanya untuk kapal
kargo Belanda yang lebih besar, akan tetapi untuk kapal-kapal kecil, baik yang
dibuat di Eropa maupun di Asia.
46
Pada 1627, pengiriman budak disertai dengan penduduk, mereka meliputi
kulit hitam dan putih, warga bebas dan budak sekitar 2500 jiwa, termasuk 436
pegawai telah dikirim ke Banda. Pada 1638, atas laporan Wurfsbann jumlah
budak penduduk asli Banda sebesar 255 orang dengan meliputi 53 orang budak
pria, 133 orang budak perempuan dan 69 budak anak-anak. Sementara itu,
jumlah budak asing (Cina, India, Koromandel, dan sebagainya), sebanyak 1910
orang meliputi 782 orang pria, 723 budak perempuan dan 405 budak anak-
anak.
47
Budak-budak ini diangkut ke Banda untuk disalurkan ke perkebunan
pala dan berada dalam kekuasaan perkenier. Setiap kebun pala rata-rata
mempekerjakan kurang lebih 25 budak. Sedangkan perkenier yang berukuran
kecil mempekerjakan 6 sampai 10 budak untuk perkebunan dan rumah
45 Thalib dan La Raman. Ibid., hlm. 239.
46 Thalib dan La Raman. Ibid., hlm. 240.
47 Laporan harian dari Johan Sigmund Wurfbainn, seorang Jerman dari Nurnberg yang tinggal
selama lima tahun di Kepulauan Banda (1633-1638) dan secara secara metodis mencatat apa yang
dilihatnya, memberikan pengertian tentang rincian secara kolonial pada masa awal. Wurffbain bekerja
pada VOC mula-mula sebagai serdadu, kemudian sebagai pedagang muda. Untuk hal ini lihat. Hanna.
Op.cit., Kepulauan Banda…, hlm. 71-72.