Page 252 - JALUR REMPAH
P. 252

238 | Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X - XVI


               seperti  Lasem,  Jepara,  Rembang,  Juwana,  Tuban dan  Gresik menghadap ke
               laut, dan kehidupan masyarakat di kota tersebut berpusat di sekitar pelabuhan
               ataupun pesisir. Tercatat, Demak pada tahun 1512 terdapat 8-10 ribu rumah
               yang setara dengan populasi 58.500 dan 30 ribu jago berkelahi yang setara
               dengan populasi 120 ribu. Gresik pada 1512 terdapat 6-7 ribu “laki-laki” yang
               setara dengan populasi lebih dari 25 ribu. Jepara pada tahun 1654 terdapat
               100 ribu penduduk. Tuban pada tahun 1600 terdapat 32-33.500 jago berkelahi
               yang setara dengan populasi 130 ribu. Kemudian Surabaya pada 1625 terdapat
               50-60 ribu penduduk.  Jika melihat angka-angka populasi di atas, terlihat ada
                                    69
               pertumbuhan pada beberapa kota di  pantai utara  Jawa dan perkembangan
               kependudukan ini terkait pula dengan perniagaan di kota-kota tersebut.

                   Kehidupan masyarakat juga berpusat pada sungai-sungai yang dapat
               dilayari perahu-perahu  yang mampu mengangkut hasil-hasil pertanian dan
                                      70
               berlayar dari hulu ke hilir dengan tujuan kota-kota pelabuhan atau pasar di
               sekitarnya.   Di  Desa Dasun,  Lasem,  contohnya,  konstruksi  sebuah  rumah
                          71
               warga Tionghoa memiliki jalur bawah tanah yang menghubungkan dengan
               sungai terdekat. Jalan menuju sungai itu dibuat untuk memudahkan akses
               langsung ke sungai yang kemudian membawanya ke kota pelabuhan. Seiring
               dengan pendangkalan sungai dan sedimentasi di sekitar pesisir Lasem, juga
               kemudahan dalam transportasi darat, maka jalur rumah warga yang menuju
               sungai itu pun tidak berfungsi lagi.

                   Pelayaran dan perniagaan jarak jauh memanfaatkan  angin musim yang



                   69  Lihat Reid. Op.cit. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga…Jilid 2, hlm 83, 85, 88-9.
                   70  Prasasti Dhimanasrama pada abad ke-10 menyebut tentang jenis-jenis perahu yang digunakan
               untuk mengangkut barang atau hasil bumi yaitu perahu dengan pengayuh galah [batasnya] 6, perahu
               dengan lima gandung, perahu penawa dengan lima gandung, perahu pakbowan dengan empat gandung,
               perahu jurag [batasnya] lima, perahu pangagaran [batasnya] lima, perahu pedagang [batasnya] lima,
               perahu pannayan [batasnya] lima. Lihat Titi Surti Nastiti. Peranan Pasar di Jawa Pada Masa Mataram
               Kuna (Abad VIII-XI Masehi). Tesis Program Studi Arkeologi Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995,
               hlm 136.
                   71  Lihat Reid. Op.cit. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga… Jilid 2, hlm 98. Dalam prasasti Jawa
               kuno disebutkan bahwa ada dua jalur yang ditempuh oleh masyarakat Jawa untuk membawa dagangan
               mereka  menuju  pasar.  Untuk  jalur  darat,  pedagang  yang  membawa  dagangan  dalam  jumlah  besar
               menggunakan gerobak atau pedati (padati, mapadati, maguluhan). Lelaki pedagang yang tidak banyak
               membawa barang dagangannya menggunakan kuda ataupun sapi (atitih), atau dibawa dengan pikulan
               (pinikul dagannya), sedangkan perempuan pedagang membawa barang dagangnnya dengan bakul yang
               digendong di belakang dengan memakai kain gendongan. Untuk jalur sungai, barang dagangan diangkut
               dengan perahu (maparahu). Lihat Nastiti. Ibid., hlm 86.
   247   248   249   250   251   252   253   254   255   256   257