Page 58 - JALUR REMPAH
P. 58
44 | Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X - XVI
yang tak kalah penting dalam jual-beli di pasaran seperti halnya pala, cengkeh
dan lada. Bandar atau pelabuhan-pelabuhan di berbagai wilayah Nusantara
mulai dari Aceh, Bangka, Jambi, Palembang, kemudian Banten, Semarang,
Lasem, Tuban, Gresik, hingga Banjarmasin, Makassar, dan Banda menjadi
tujuan saudagar-saudagar berbagai negeri atau Nusantara untuk mendapatkan
barang-barang yang dibutuhkan oleh pasar Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah,
India, Cina dan kawasan Asia Tenggara.
Letak Sumatera yang secara geografis sangat strategis karena berada
di pertemuan jalur pelayaran dan perniagaan antara timur dan barat yang
melintasi Selat Malaka menjadikan pulau ini sangat penting. Aceh misalnya
menjadi “pintu gerbang” bagi kapal-kapal asing untuk masuk ke perairan
Nusantara menuju pelabuhan atau bandar di Nusantara, seperti Bangka,
Palembang, Banten, Pantai Utara Jawa lalu ke Makassar dan Banda. Di Aceh,
pada abad ke-14 beberapa pelabuhan yang berada di pesisir dan menunjukkan
kesibukan pengangkutan hasil-hasil hutan seperti kamper, kayu sapang, kayu
gaharu, kasturi ke kapal-kapal yang datang dari India atau Cina sebelum
dikapalkan menuju tempat tujuan. Kemungkinan saudagar-saudagar dari India
(asal Malabar) yang datang ke Aceh sekitar abad ke-14 adalah mereka yang
memperkenalkan lada di wilayah Pidir dan Pasai. Dari teks-teks Cina pada awal
abad ke-15 juga disebutkan tentang adanya penanaman lada di pulau tersebut.
Sementara itu menurut kesaksian-kesaksian Portugis menyebutkan bahwa
pada awal abad ke-16 Pidir dan Pasai telah mengekspor lada dalam jumlah
besar ke Cina dan tempat-tempat lain. Catatan-catatan itu sesungguhnya
59
memperlihatkan bahwa beberapa daerah di Nusantara seperti Aceh misalnya
sejak dulu telah menjalin ikatan dagang atau kontak yang intens dengan bangsa
lain. Beberapa komoditas seperti lada asal Sumatera yang disebutkan di atas
misalnya telah menjadi barang dagangan utama untuk dipertukarkan dengan
barang lain yang dibutuhkan oleh masyarakat. Begitu pula halnya dengan
komoditas lain seperti pala, cengkeh, atau kayu manis yang sangat bernilai di
pasaran.
Kapal-kapal kayu besar mampu memuat berton-ton barang dagangan
dengan bantuan angin musim dalam pelayarannya telah menyusuri garis
59 Lihat Denys Lombard. Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, Forum Jakarta-Paris, École française d’Extrême Orient, 2014, hm 59-60.