Page 20 - Dalam Bingkai Kesabaran
P. 20
“Sudah jadi tugas saya kok nduk,” jawab mbah Harjo,
sambil menghentikan pekerjaannya. Kulihat mbah Harjo
mengusap keningnya.
“Lha kan sudah bersih to mbah?” ujarku sekali lagi.
“Tempat ini kan digunakan untuk shalat setiap hari
jumat. Jadi harus dijaga kesuciannya. Kalau hanya terlihat
bersih saja belum cukup. Jadi harus suci dari hadas dan najis”
mbah Harjo jawabnya panjang, seperti mau memberi
pengertian kepadaku.
“Owh nggih mbah...leres.” Ucapku sekenanya. Rasanya
tidak tega kalau banyak berbicara dengan mbah Harjo. Aku
takut dikira membantah. Akhirnya akupun pamit pergi dari
hadapan mbah Harjo. ”Mari mbah.” Kataku sesopan
mungkin. Mbah Harjo melanjutkan pekerjaannya yang
sebentar lagi akan selesai.
Ketika adzan shalat jum’at dikumandangkan , anak-anak
laki bubar dari aktivitas nongkrongnya di kantin. Semua
digiring oleh ibu Mu’tamiroh. Beliau tidak perlu teriak-teriak
untuk menyuruh anak-anak beranjak ke masjid.Terutama
anak laki-laki.Ketika mereka melihat bu Mu’tamiraoh berjalan
ke arahnya, langsung tanpa komando merekapun berjalan
berbondong-bondong menuju ke masjid.
Ibu Mu’tamiroh mengajar kami tauhid dan hadis. Aku dan
teman-teman akan merasa cemas ketika tiba pelajaran hadis.
Itulah saat bagi kami untuk maju satu-satu, menyetorkan
hapalan beberapa hadis.
Aku tidak akan pernah lupa hadis tentang shalat. “Shalat
adalah amalan pertama yang akan dihisap di hari akhir nanti.”
Demikian ibu Mu’tamiroh menyebutkan arti hadis yang kami
14 | Harini