Page 16 - Dalam Bingkai Kesabaran
P. 16
sekolah di situ,” hanya itu yang diucapkan ibu. Aku bingung.
Kemana aku harus bersekolah nantinya.
Setelah pengumuman begini kalau mendaftar ke sekolah
swasta sudah masuk gelombang dua. Gelombang dua pasti
biayanya lebih mahal dari sebelumnya. Ada rasa penyesalan
kenapa aku dulu tidak mendaftar ke sekolah swasta sebagai
cadangan. Kenapa aku begitu yakin kalau aku bisa diterima di
sekolah negeri. Tapi, apa aku salah? Bukankah nilaiku juga
cukup tinggi? Aku juga merasa bisa mengerjakan tes?
Benarkah ada kriteria sendiri untuk masuk di sekolah favorit
itu? Isunya kalau anak guru boleh memilih di sekolah negeri
manapun yang diinginkan. Aku jadi ingat dua teman SD ku
adalah anak-anak guru. Sedang dua lainnya anak dari
keluarga mampu. Aku jadi berpikiran negatif dalam
kesimpulanku. Aku tidak diterima karena aku anak dari
keluarga tidak mampu, dan juga bukan anak guru. Tiba-tiba
jawaban yang sering kuberikan setiap kali guru TK ku dulu
bertanya tentang cita-citaku. Aku selalu menjawab’ “Aku
mau jadi guru.”
*****
Aku tidak ingin larut dalam kesedihan. Ucapan ibuku
benar. Belum rejekiku untuk bisa sekolah yang punya
peringkat satu di kotaku. Akupun mendaftar di sekolah
swasta. Dalam hati aku merasa kasihan kepada bapak dan
ibu. Tahun ini harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit
untukku.
“Tidak apa-apa ya bu, kalau saya masuk ke sekolah
swasta yang itu?” Ku dekati ibu yang sedang melipat kain
jahitan. Ku ambil kain-kain yang sudah dijahit ibu dan ku
10 | Harini