Page 97 - Dalam Bingkai Kesabaran
P. 97
kamar bapak. Kulihat bapak sedang tidur. Aku keluar dari
kamar bapak dan menemui ibu. Kubilang pada ibu kalau aku
mau mandi dulu. Sebelum ke kamar mandi, aku memutar
lantunan Surat Yasiin. Kupastikan suara hpku terdengar
sampai di kamar bapak.
Seusai membersihkan diri, aku kembali ke kamar bapak.
Ku dekatkan wajahku di dekat bapak. Kulihat masih ada
tanda-tanda beliau bernapas. Aku mencoba memegang kaki
bapak. Kakinya agak terasa dingin. Aku bergegas keluar
rumah. Kulihat Yu Darmi yang sedang duduk di depan rumah.
Aku menghampirinya, dan berbicara lirih kepadanya, ”Yu,
tolong bapak saya dilihat. Kok kakinya agak dingin?” Aku
mulai merasakan sebuah isyarat. Ya Allah, jika aku Yang
Engkau pilih untuk mengantar bapak, berilah hamba
kekuatan. Semoga bapak husnul khotimah. Yu Darmi
mengikuti langkahku menuju kamar bapak. Waktu itu ibuku
sedang tiduran di kamar.
Yu Darmi meraba kaki bapak. ”Wes, dak papa nduk.
Bapak ditunggui saja.” Setelah berkata begitu Yu Darmi
keluar rumah. “Kabarnya mas Haryono ini perjalanan dari
Kalimantan?” tanya Yu Darmi.
“Besuk pagi baru berangkat naik pesawat pagi” jawabku.
“Makasih Yu. Nanti kalau ada apa-apa saya nyari jenengan
lagi ya?” kataku sambil mengantar Yu Darmi pergi.
Aku menunggui bapak lagi. Ku lihat jam di atas almari
menunjuk angka empat sore. Kulihat nafas bapak sudah lain.
Aku bisikkan kalimat ”Laaillahaillallah” di telinga bapak
berulang kali. Aku mendengar seperti ada dengkuran. Tiba-
tiba Yu Darmi sudah muncul lagi. Terus ku bisikkan kalimat
Dalam Bingkai Kesabaran | 91