Page 94 - Dalam Bingkai Kesabaran
P. 94

dengan saya. Saya dak bisa mendoakan bapak kalau nanti
             kita beda keyakinan. Do’anya sulit dikabulkan. Iya to, Mbak?”
             Adikku tiba-tiba menanyaiku.  Aku  tidak segera menjawab.
             Kulihat reaksi bapak.  Bapak tetap tenang,  masih sambil
             membolak-balik gambar orang yang melakukan gerakan
             shalat.
                 “Biar bapak lihat-lihat dulu. Nanti  kalau sudah mantap
             baru belajar. Saya ajari nanti, Pak.” Aku berharap semoga
             bapak mendapat hidayah.
                 Selang beberapa  hari, ternyata  bapak sudah mulai
             menjalankan shalat di  rumah. Aku bersyukur  dan terharu.
             Salah satu tetanggaku yang mendampingi bapak mengucap
             kalimat syahadat. Beliau orang madura. Sebenarnya beliau
             sudah mengajak bapak untuk shalat ke masjid. Bapak masih
             menolak. Sesekali bapak suka tanya hal-hal tentang shalat
             kepadaku. Aku  pun dengan penuh  kegembiraan  menjawab
             semua pertanyaan bapak. Akhirnya bapak  berhasil dibimbing

             tetanggaku untuk shalat berjamaah di masjid.
                 Bapak sudah tua, sekitar usia enampuluhan. Hebatnya,
             beliau mau belajar membaca huruf hijaiyah. Buku Iqra’ yang
             ada di meja ku menarik  bapak. Bapak  ingin belajar
             membacanya. Akhirnya bapak pun bisa membaca Alquran,
             meskipun terbata-bata. Aku antar bapak ke toko buku untuk
             memilih Alquran yang  besar tulisannya. Bapak mulai rajin
             membaca Alquran dan juga rajin ke masjid.
                 Ujian datang kepada  bapak. Disaat  beliau sedang
             menikmati ibadah bersama teman-teman karena bapak mulai
             rajin ikut pengajian, stroke menyerang bapak. Bangun tidur
             bapak  tidak bisa menggerakkan  tangannya yang sebelah



             88 | Harini
   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99