Page 95 - Dalam Bingkai Kesabaran
P. 95
kanan. Bibirnya menjadi tidak simetris. Kami membawa
bapak ke rumah sakit. Alhamdulillah masih bisa tertolong.
Bapak masih bisa pulih, hanya tangannya yang masih perlu
mendapat terapi. Kejadian ini agak membuat bapak menjadi
down. Bapak hanya mau pergi ke mesjid untuk shalat jumat
saja. Teman-teman bapak berkunjung ke rumah untuk
membesarkan hati beliau. Sempat kudengar pertanyaan
beliau ditujukan ke salah satu tetanggaku. ”Kenapa Allah
memberi saya sakit seperti ini? Saya sudah berusaha rajin
shalat ke masjid dan ikut pengajian?” Pertanyaan itu amat
menyentuh hatiku. Aku yakin, teman-teman bapak pun
merasakan hal yang sama. Bapak seorang mualaf. Sebelum
sakit bapak rajin beribadah, dengan sakit ini bapak kelihatan
sedih. “Hanya Allah yang tahu, Pak.” Salah satu tetangga
menjelaskan dengan hati-hati, “Pjenengan sedang diuji.
Apakah bapak masih beriman dengan ujian sepaerti ini?” Ku
dengar tetanggaku itu juga bercerita tentang nabi Ayyub
yang diuji sakit. Bapak mulai bisa menerima keadaannya.
Beliau mulai berani ke masjid lagi meski kondisinya berbeda.
Untuk memakai dan melepaskan baju seringkali masih
dibantu anak-anaknya, karena tangan kanannya tidak bisa
digerakkan dengan leluasa. Seminggu sekali kami, anaknya
bergiliran mengantar bapak terapi akupuntur.
Ujian bapak bertambah satu lagi. Benjolan kecil di paha
yang dulu dikira tidak berbahaya ternyata membesar. Bapak
tidak pernah bercerita. Secara kebetulan kakakku melihat.
Tentu saja kakak terkejut. Ketika dikonsultasikan ke dokter,
benjolan itu ternyata tumor. Dokter tidak berani
menyarankan untuk operasi. Kondisi bapak yang sudah tua
Dalam Bingkai Kesabaran | 89